Jawa Pos

Agar Tak Hanya Jadi Pemburu Harta Karun

Yang paling menjadi pertimbang­an pemerintah sebelum mengajukan permintaan pengembali­an: nilai benda dan di mana akan disimpan. Hasil jarahan seperti emas, berlian, dan permata paling sulit direpatria­si.

-

SEBELUM akhirnya bisa pulang ke Indonesia, keris Pangeran Diponegoro harus melintasi perjalanan yang sangat panjang dari Belanda. Dimulai dengan penelitian pada 1984.

Mari menengok ke Prancis. Pidato Presiden Emmanuel Macron pada 2017 memang ditepuktan­gani dunia. Macron berjanji mengembali­kan sebagian besar benda bersejarah dari negara-negara bekas jajahan mereka di Afrika.

Dan, apa yang terjadi tiga tahun berselang? Cuma 27 restitusi (pembayaran ganti rugi) yang terjadi. Dan, hanya satu barang bersejarah yang dikembalik­an, tepatnya ke Senegal.

Jadi, rilis komite penasihat bentukan pemerintah Belanda pada Rabu pekan lalu (7/10) itu memang melegakan. Seperti Macron, mereka meminta Negeri Kincir Angin mengakui dosa kolonialis­me dan mengembali­kan bendabenda bersejarah yang diambil secara ilegal dari bekas tanah jajahan.

Ratusan ribu jumlahnya, sebagian dari Indonesia, bekas jajahan paling besar Belanda. Tapi, ’’pintu yang terbuka’’ itu sebaiknya disikapi secara realistis. Sebab, dibutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk benar-benar bisa membawa pulang berbagai aset bersejarah tersebut ke tanah air. Dan, apa memang perlu semua direpatria­si?

Dr Sri Margana, anggota Committee for Colonial Objects Repatriati­on, mengatakan bahwa pengembali­an barangbara­ng Indonesia yang sudah masuk di berbagai museum Belanda sangatlah susah. ’’Meski barang-barang yang disodorkan itu bukan barang yang dipajang untuk koleksi,’’ kata Margana yang terlibat dalam pemulangan keris Kiai Nogo Siluman milik Diponegoro.

Dosen Ilmu Sejarah FIB Universita­s Gadjah Mada, Jogjakarta, itu menambahka­n, kedua pihak, Indonesia dan Belanda, sama-sama memiliki tim. Jadi, negosiasi barang mana yang dikembalik­an ke Indonesia atau tetap di Belanda pasti alot. ’’Bukan pemerintah­nya yang ngotot mempertaha­nkan, melainkan kurator museum itu,’’ ucap Margana.

Direktur Pelindunga­n Kebudayaan Kementeria­n Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbu­d) Fitra Arda mengakui, jumlah benda budaya Indonesia cukup banyak di luar negeri. Sayang, belum diketahui secara pasti berapa total keseluruha­n dan tersebar di negara mana saja.

Diperkirak­an, paling banyak berada di Belanda. ’’Ini karena sejarah kolonialis­me Belanda di Indonesia yang terhitung lama,’’ katanya kepada Jawa Pos.

Salah satunya yang tengah ramai menjadi perbincang­an adalah berlian Banjarmasi­n. Sejarawan Bonnie Triyana memperkira­kan berlian yang konon bernilai miliaran rupiah itu baru bisa dipulangka­n dalam satu–dua tahun.

’’Berlian Banjarmasi­n itu hasil ekspedisi militer Belanda saat menyerang keraton Kesultanan Banjarmasi­n,’’ katanya kepada Jawa Pos.

Bonnie menjelaska­n, penelitian atas suatu barang bersejarah yang akan dikembalik­an harus detail. Tujuannya, memastikan bahwa barang itu benarbenar diambil secara paksa atau dijarah/dicuri.

’’Kalau itu benda pemberian atau hadiah, masak kita tarik lagi,’’ ujarnya.

Jos van Beurden, peneliti independen yang memfokuska­n diri pada perkara restitusi sejak 1990-an, memuji rilis komite bentukan pemerintah Belanda tadi. Komite tersebut memang telah setahun melakukan riset, termasuk mewawancar­ai banyak orang di bekas negerinege­ri jajahan.

’’Tapi, saya khawatir soal eksekusiny­a,’’ kata Van Beurden seperti dikutip

Associated Press.

Repatriasi barang-barang bersejarah Indonesia dari Belanda sebenarnya terjadi sejak 1970-an. Jika ditotal, sudah ada 1.500 koleksi bersejarah yang pulang kembali ke tanah air.

Pemerintah, kata Fitra, juga tak bisa sembaranga­n mengajukan klaim atau permintaan pengembali­an. Ada sejumlah hal yang

 ?? MUSEUM NASIONAL FOR JAWA POS ?? KEKAYAAN NUSANTARA: Wadah obat yang kini jadi koleksi Museum Nasional, Jakarta. Dulunya benda ini disimpan di Museum Prinsenhof, Delft, Belanda.
MUSEUM NASIONAL FOR JAWA POS KEKAYAAN NUSANTARA: Wadah obat yang kini jadi koleksi Museum Nasional, Jakarta. Dulunya benda ini disimpan di Museum Prinsenhof, Delft, Belanda.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia