Jawa Pos

Ayo, Komnas HAM…

-

PEMUTAKHIR­AN hasil penyelidik­an Komnas HAM atas terbunuhny­a anggota FPI, kemarin (28/12), memiliki arti penting. Meski belum sampai kesimpulan, jumpa pers itu setidaknya ’’melawan lupa’’. Sejak peristiwa berdarah itu terjadi 7 Desember lalu, memang makin sayupsayup. Tertindih banyak peristiwa lain yang merebut perhatian.

Ada hal signifikan dari update itu. Yakni, Komnas HAM menyebut sudah menerima rekaman CCTV dari Jasa Marga terkait peristiwa di Km 50 tol Jakarta–Cikampek itu. Perihal rekaman itu pernah simpang siur. CCTV di situ dikabarkan rusak. Kemudian disebut tidak rusak, tapi tidak ada rekaman. Sekarang ternyata ada rekaman. Komnas HAM tentu punya cara untuk menguji validitasn­ya.

Yang signifikan lagi soal peluru. Komnas HAM menyebut menemukan 7 proyektil peluru dan 4 selongsong di Km 50. Lembaga independen itu menyatakan akan menguji balistik. Semoga hasilnya memperjela­s simpang siur soal senjata.

Kapolda Metro Jaya Fadil Imran menyebut laskar FPI menembakka­n senjata api asli, bukan rakitan. Kapolda pun menunjukka­n dua pistol. Tetapi, kemudian jubir Polda Metro Yusri Yunus menyebut senjata itu rakitan. Uji balistik Bareskrim menyebut senjata itu rakitan berpeluru 9 mm.

Tentu saja bukan cuma soal jenis pistolnya rakitan atau bukan. Komnas HAM harus memastikan pemilik senjata tersebut. Sebab, pihak FPI membantah keras punya senjata api. Sekali lagi, kita perlu yakin Komnas HAM punya metode untuk menduga kuat siapa pihak yang menembak di tol Km 50 itu.

Komnas HAM perlu bekerja lebih cepat. Sampai sekarang, kasus tersebut belum jelas. Versi awal Polda Metro Jaya ditengarai banyak bertentang­an dengan sejumlah ’’temuan’’ dan kesaksian; hasil penyelidik­an jurnalis dan pihak yang peduli. Bareskrim yang mengambil alih kasus itu pun belum menyampaik­an simpulan komplet. Entah menunggu apa. Padahal, kasus tersebut sudah berlangsun­g lebih dari tiga pekan.

Komnas HAM menjadi gantungan harapan untuk bersikap jejeg. Sebab, pemerintah, lewat Menkopolhu­kam Mahfud MD, menolak membentuk tim pencari fakta independen. Tak seperti kasus penembakan pendeta di Papua. (*)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia