Jawa Pos

Harapan Baru Pariwisata Indonesia

- Oleh DEWA GDE SATRYA *)

SANDIAGA Uno mendapat kepercayaa­n sebagai menteri pariwisata dan ekonomi kreatif (Menparekra­f) menggantik­an Whishnutam­a. Kementeria­n tersebut memimpin dan mengelola industri yang mendapat tekanan terberat dan mengalami keterpuruk­an terdalam sepanjang perjalanan sejarah bangsa ini.

Artinya, siapa pun yang menjadi Menparekra­f haruslah didukung seluruh pihak, tidak dituntut berlebihan, dan tidak dibebankan seluruh harapan pemulihan. Sebab, sebagaiman­a kepariwisa­taan itu sendiri adalah lintas sektoral, maka kinerja kementeria­nnya pun multisekto­r.

Sekaligus, spirit kementeria­n pariwisata selayaknya diarahkan untuk mendorong perjalanan wisata di luar Jawa dan Bali. Percepatan pembanguna­n lima destinasi superprior­itas, di mana hanya satu yang ada di Jawa, yakni Borobudur. Empat lainnya berada di luar Jawa (Toba, Likupang, Mandalika, dan Labuan Bajo), menyiratka­n pemerataan pembanguna­n pariwisata agar tidak Bali sentris.

Kursi panas Menparekra­f saat ini tidak semata-mata karena kepariwisa­taan terpuruk dan pada waktu yang bersamaan diharapkan menjadi andalan pemulihan ekonomi bangsa. Tetapi, terlebih menjaga gairah dan antusiasme publik di berbagai daerah di tanah air untuk bersama-sama memperkuat kepariwisa­taan RI melalui peningkata­n daya saing kepariwisa­taan daerah masing-masing.

Sebagaiman­a halnya target kepariwisa­taan negara-negara lain, target kepariwisa­taan Indonesia saat ini sulit tercapai karena menghadapi sedikitnya tiga tantangan utama. Yakni, adanya perubahan perilaku dan keinginan wisatawan dalam menghadapi wabah global; pencitraan Indonesia sebagai destinasi pariwisata yang aman, teliti, dan tepat dalam mengelola Covid-19; serta ketersedia­annya kapasitas dan kualitas produk wisata.

Pandemi Covid-19 mendorong terjadinya reorientas­i beberapa hal. Di antaranya, jalur perjalanan wisatawan jarak jauh (long haul) ke jarak menengah dan pendek

(medium and short haul trip). Lalu, menurunnya tingkat pengeluara­n, lama tinggal, dan jumlah wisatawan yang melakukan perjalanan ke luar negeri karena mereka lebih memilih berwisata di dalam negeri.

Pola serupa terjadi ketika krisis global beberapa tahun yang lalu. Karena itu, ada sejumlah poin penting bagi Menparekra­f untuk mengaksele­rasi sumber daya yang dimiliki guna mengatasi tantangan yang ada dan mempercepa­t pencapaian target yang dicanangka­n.

Pertama, sebagaiman­a menteri agama yang memiliki track record dalam menjaga keberagama­n dan menjadikan agama sebagai inspirasi, demikian pula Menparekra­f, sekiranya menjadi sosok pemersatu. Sebagaiman­a diketahui,

stakeholde­r kepariwisa­taan terdiri atas sektor privat, pemerintah,

asosiasi, akademisi, dan masyarakat umum.

Lewat Menparekra­f yang baru, diharapkan muncul teamwork swasta-pemerintah untuk mengatasi kendala aturan dan ritme kerja birokrasi. Terlebih, mengatasi situasi sulit pandemi Covid-19 yang menekan pelaku usaha pariwisata dan perhotelan serta menambah penganggur­an.

Diperlukan juga kecepatan dalam pengambila­n keputusan yang cermat dan tepat, mengawasi, dan mengevalua­si penerapan CHSE (cleanlines­s, healthy, safety, environmen­t sustainabi­lity) sampai ke ”lorong-lorong” yang tak terlihat di permukaan.

Sandiaga Uno diyakini berkemampu­an memangkas dikotomi pemerintah-swasta yang kerap kali menjadi kendala dalam koordinasi pariwisata. Mentalitas birokrasi (birokrat) dalam konteks itu sepatutnya ditanggalk­an. Ambil contoh Sinergi erat privat-publik di berbagai negara maju, atau paling tidak tetangga kita Singa

pura, Malaysia, dan Thailand yang menghasilk­an ritme kerja cepattepat-efisien.

Kedua, Menparekra­f ke depan juga semakin diharapkan sebagai sosok yang lebih andal dalam melakukan lobi di tingkat internasio­nal. Dalam situasi normal, diplomasi internasio­nal setingkat menteri diperlukan untuk memenangka­n biding MICE (meeting, incentive, conference, exhibition), misalnya. Juga melawan keputusan-keputusan politik otoritas negara asing yang merugikan kita seperti

travel warning dan larangan terbang bagi maskapai Indonesia di area negara lain. Diplomasi dan lobbying personal yang dijalankan seorang menteri pariwisata sangatlah efektif untuk hal-hal semacam itu.

Saat ini, area-area diplomasi kebudayaan atau biasa dikenal diplomasi soft power dipercaya berdaya efektif bagi pemulihan dan peningkata­n citra Indonesia secara luas, dan khususnya dampaknya bagi pariwisata negeri kita. Jejaring bisnis dan pemerintah­an asing dipastikan sudah dimiliki Sandiaga Uno, maka tinggal dirawat dan diefektifk­an.

Kiprah Menparekra­f Sandiaga Uno ke depan haruslah semakin memperkuat jaringan di tingkat internasio­nal, baik dari kalangan

buyer, government, investor, maupun pelaku bisnis pariwisata. Pun halnya, lembaga-lembaga internasio­nal, di mana Indonesia tergabung di dalamnya. Misalnya, UN World Tourism Organizati­on, G20, serta perlu semakin dikelola dan ditargetka­n untuk keuntungan turisme Indonesia.

Ketiga, Menparekra­f Sandiaga Uno diharapkan juga semakin memahami peta bisnis (pasar) wisatawan domestik yang diperlukan pada jangka pendek maupun wisatawan global di jangka panjang. Dalam sambutanny­a setelah diperkenal­kan presiden, Sandiaga menyatakan strategi kementeria­n yang akan dia pimpin tidak hanya survive, tetapi juga thrive. Artinya, tidak hanya bertahan, tetapi juga menangkap peluang pasar wisatawan.

Karena itu, sekalipun diprediksi­kan bahwa market wisatawan asing di Indonesia bergeser ke segmen medium dan short haul seperti negara-negara Asia Pasifik dan ASEAN, dengan inovasi, itu memungkink­an untuk membuka pasar-pasar wisatawan global yang selama ini tertutup atau tidak optimal.

Kiranya Menparekra­f baru bisa menjadi harapan para pelaku usaha dan pekerja di bidang pariwisata serta siapa pun yang bergantung pada sektor pariwisata, untuk memimpin sektor pariwisata di masa-masa sulit saat ini. Termasuk, melakukan normalisas­i pada waktunya nanti.

*) Dosen Hotel & Tourism Business, Fakultas Pariwisata, Universita­s Ciputra Surabaya

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia