KPK Panggil Ulang Dua Eksporter Benur
Edhy Prabowo Diperiksa Maraton Tiga Hari
JAKARTA, Jawa Pos – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mendalami aliran suap izin ekspor benih lobster (benur) ke sejumlah pihak. Selama tiga hari terakhir, mulai Senin (28/12) hingga kemarin (30/12), mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Edhy Prabowo diperiksa secara maraton untuk mengungkap aliran uang panas tersebut
Ada beberapa hal yang dikonfirmasi penyidik KPK. Pertama soal aliran uang yang diduga berasal dari eksporter benur. Berikutnya soal ke mana saja uang tersebut dialirkan atau digunakan Edhy melalui orangorang kepercayaannya. Baik itu staf khusus (stafsus) maupun asisten pribadi (aspri) Edhy saat di KKP.
”Juga didalami soal pengetahuan saksi (Edhy Prabowo) mengenai mekanisme pengurusan perizinan ekspor benur,” kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri. Sejauh ini, aliran uang terkait ekspor benur yang telah diungkap KPK baru berasal dari PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP). Suharjito, bos perusahaan tersebut, telah ditetapkan sebagai tersangka.
Dalam perkara itu, KPK telah menyita 5 mobil dan uang Rp 16 miliar yang diduga terkait dengan suap izin ekspor benur. Mobil dan uang tersebut merupakan hasil penggeledahan dan pemeriksaan sejumlah saksi maupun tersangka. Meski begitu, KPK belum mengungkap secara detail dari eksporter benur mana saja uang miliaran itu berasal.
KPK juga telah memeriksa sejumlah perusahaan yang mendapat izin ekspor benur. Antara lain, PT Samudra Bahari Sukses (SBS). Willy, direktur utama (Dirut) perusahaan tersebut, diperiksa KPK pada Senin (28/12). Sama dengan PT DPPP, perusahaan itu juga beroperasi di wilayah Kaur, Bengkulu. Berdasar penelusuran Jawa Pos, daerah tersebut dikenal dengan surganya benur.
Selain PT SBS, KPK sejatinya mengagendakan pemeriksaan terhadap bos dua perusahaan eksporter benur lain. Yakni, Chandra Astan (direktur PT Grahafoods Indo Pasifik) dan Untyas Anggraeni (direktur PT Maradeka Karya Semesta). Namun, keduanya tidak memenuhi panggilan penyidik. Karena itu, KPK menjadwalkan ulang pemeriksaan.
Ali menjelaskan, keterangan para bos eksporter benur tersebut dibutuhkan untuk mendalami proses dan pelaksanaan ekspor benur. Termasuk dugaan pemberian sejumlah uang dari perusahaan-perusahaan itu kepada Edhy. Uang suap tersebut diduga diambil dari biaya pengiriman benur sebesar Rp 1.800 per ekor. ”Jadi, saksi (eksporter benur) dikonfirmasi terkait apa yang dikerjakan,” paparnya.
Mengenai uang suap yang diduga telah dialirkan Edhy kepada sejumlah pihak, KPK terus melakukan pendalaman dan konfirmasi. Penyidikan sementara, uang panas itu diduga dikelola tersangka Amiril Mukminin, sekretaris pribadi Edhy. Uang tersebut, antara lain, digunakan untuk membeli mobil dan menyewa apartemen serta berbelanja barang-barang mewah di Honolulu, Amerika Serikat.
Informasi yang dihimpun Jawa Pos, selain digunakan untuk membeli barang mewah, uang panas itu diduga mengalir ke sejumlah perempuan cantik. Di antaranya, Anggia Tesalonika Kloer (sekretaris pribadi Edhy) dan pebulu tangkis tunggal putri Bellaetrix Manuputty. Sejauh ini, baru Anggia yang telah diperiksa penyidik KPK terkait dengan dugaan aliran uang tersebut.
Ali menyatakan, pihaknya belum bisa menyebutkan secara detail nama-nama yang diduga menerima aliran uang dari Edhy. Namun, dia memastikan bahwa informasi dari saksi tersebut telah tertuang dalam berita acara pemeriksaan (BAP) yang akan diuji di persidangan. ”Keterangan selengkapnya telah tertuang di BAP,” tegasnya.