Komisi II DPR Rumuskan Ulang Jadwal Pilkada
Serentak Nasional 2024 Dinilai Tak Efektif
JAKARTA, Jawa Pos – Pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) menjadi salah satu isu krusial yang dibahas dalam revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Jika tak ada aral melintang, pilkada serentak akan kembali digelar pada 2022.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustofa menyatakan, jika merujuk UU 10/2016 tentang Pilkada, tidak akan ada jadwal pelaksanaan sepanjang 2021 hingga 2023. Sebab, semuanya akan digelar secara serentak nasional pada 2024.
Namun, UU Pilkada tersebut kini masuk dalam list kodifikasi pembahasan revisi UU Pemilu. Dalam proses pembahasan, ada rencana untuk menormalisasi jadwal pilkada serentak sekaligus membatalkan penggabungan pada 2024. ”Normalisasi dalam arti 2022 tetap ada pilkada, 2023 tetap ada pilkada, 2025 tetap ada,” ujarnya dalam diskusi virtual Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) kemarin (30/12).
Kalaupun ada pelaksanaan pilkada serentak secara nasional, lanjut Saan, mungkin tidak digelar pada 2024. Bisa jadi digelar pada 2027. Politikus Partai Nasdem itu menjelaskan, wacana normalisasi diambil dengan sejumlah pertimbangan.
Yang pertama, jika semua pilkada ditarik pada 2024, akan terjadi kekosongan kepemimpinan definitif di daerah. Contohnya, kepala daerah hasil pilkada 2017 akan habis masa jabatannya pada 2022, ditambah kepala daerah hasil pilkada 2018 habis pada 2023. ”Dan masa jabatan yang habis di 2022, penjabatnya (Pj) panjang juga. Hampir dua tahun lebih,” imbuhnya. Selain dikhawatirkan pemerintahan di daerah tidak efektif, jumlah Pj yang dibutuhkan terbilang banyak.
Pertimbangan kedua, lanjut Saan, adalah problem teknis. Berkaca dari pengalaman Pemilu 2019, pelaksanaan pemilu legislatif dan presiden bersamaan ternyata rumit. Nah, bila pilkada serentak nasional digelar pada tahun yang sama, pihaknya khawatir menambah kerumitan. Bukan hanya bagi penyelenggara, tapi juga semua stakeholder yang terlibat. Termasuk kesiapan pengamanannya.
Lantas, kapan draf revisi UU Pemilu selesai dibahas dan diajukan ke pemerintah? Saan menyebutkan, draf masih dalam tahap harmonisasi. Pihaknya menargetkan harmonisasi bisa selesai akhir Januari sebelum disampaikan ke Presiden Joko Widodo.
Sementara itu, anggota DKPP Alfitra Salamm merekomendasikan revisi UU Pemilu juga membenahi tata kelola rekrutmen penyelenggara. Salah satu masukannya adalah mengatur kewajiban ”sertifikasi etik”. ”Sebagai salah satu syarat untuk menjadi penyelenggara,” ujarnya.
Selain itu, Alfitra merekomendasikan norma revisi UU Pemilu yang menjadi landasan hukum bencana nonalam. Mengingat belum ada kepastian kapan pandemi Covid-19 akan berakhir. Landasan hukum tersebut penting untuk perbaikan dasar hukum protokol kesehatan yang selama ini hanya berdasar keppres, surat edaran, dan inpres. ”Perlu satu bab terkait penyelenggaraan pemilu atau pilkada dalam era bencana nonalam,” pungkasnya.