Unair Kukuhkan Tiga Guru Besar
SURABAYA, Jawa Pos – Universitas Airlangga (Unair) mengukuhkan tiga guru besar kemarin (30/12). Prosesinya berlangsung di Aula Garuda Mukti dengan tamu terbatas dan bisa diikuti secara daring. Hal itu semakin menguatkan komitmen Unair untuk meningkatkan kualitas tenaga pendidiknya.
Mereka adalah Prof Dr Nike Hendrijantini drg MKes SpPros(K), guru besar (gubes) bidang ilmu prostodonsia di fakultas kedokteran gigi (FKG), Prof Dr Titiek Berniyanti MKes, gubes bidang ilmu kesehatan gigi masyarakat di FKG, dan Prof Tjitjik Srie Tjahjandarie Dra PhD, gubes ilmu kimia organik pada fakultas sains dan teknologi.
Pengukuhan tersebut dipimpin langsung oleh Rektor Unair Prof Moh. Nasih. Dia mengatakan, menjadi guru besar bukan berarti merupakan akhir dari pencarian ilmu. Justru tahap itu merupakan permulaan dari sebuah perjalanan ke depan. ”Karena melalui guru besar, dimulai tahap permulaan yang baru dianggap sah disebut dengan cendekiawan di samping doktor,” paparnya.
Tiga guru besar itu memiliki andil besar dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang masing-masing. Prof Nike misalnya. Dalam orasi ilmiahnya, dia menyampaikan riset regenerasi jaringan sebagai masa depan restorasi gigi. Penelitian itu didasari risiko gigi hilang pada perempuan usia 65 tahun ke atas. Angkanya cukup tinggi, mencapai 30,6 persen. Masalah tersebut bisa diatasi dengan menggunakan sel punca.
”Layaknya cabang ilmu kedokteran dan kedokteran gigi lainnya, ilmu prostodensia juga mengalami perkembangan yang pesat dengan hadirnya teknologi seperti computer aided design (CAD), penggunaan teknologi nano untuk bahan material gigi palsu, serta tentunya yang menjadi bahan riset saya, penggunaan sel punca atau stem cell,” paparnya.
Kemudian, Prof Titiek memaparkan orasi ilmiah tentang kesehatan lingkungan dalam perspektif kedokteran gigi. Dalam penelitian itu, Titiek menyoroti aspek lingkungan bagi dokter gigi. Misalnya, saat pandemi Covid-19, merekayasa lingkungan bisa dilakukan untuk mengurangi pencemaran.
Orasi ilmiah juga disampaikan Prof Tjitjik yang mengambil penelitian soal bioprospek tanaman endemik Indonesia Timur sebagai sumber penemuan kandidat obat dalam upaya peningkatan ketahanan kesehatan.