Guru Beralasan Materi dan Praktikum Sulit via Daring
Survei FSGI, Sekolah Tatap Muka Minimal Seminggu Sekali
JAKARTA, Jawa Pos – Keinginan kembali sekolah seperti biasa mulai awal semester genap pada Senin (4/1) tidak hanya datang dari siswa. Sejumlah guru juga ingin segera melangsungkan pembelajaran tatap muka di sekolah
Bila dinilai siap, FSGI mendorong pembukaan sekolah dimulai dari kelas paling atas, pada jenjang paling tinggi.’’
HERU PURNOMO Sekjen FSGI
Hal itu terungkap dari survei Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengenai persepsi guru atas rencana pembukaan sekolah pada Januari 2021. Survei yang dilakukan pada 19–22 Desember 2020 tersebut diikuti 6.513 responden guru dari sejumlah provinsi. Yakni, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Jogjakarta, Kalimantan Tengah, Bengkulu, Jambi, NTB, NTT, Papua, dan Papua Barat.
Sebagian besar responden merupakan guru di jenjang SMP/sederajat. Disusul SD/ sederajat, SMA, SMK, dan SLB. ’’Dari 6.513 responden guru, yang setuju sekolah tatap muka Januari 2021 sebanyak 49,36 persen,’’ ujar Wakil Sekjen FSGI Mansur kemarin (1/1). Sisanya, 45,27 persen tidak setuju dan 5,37 persen lainnya ragu-ragu.
Ada berbagai alasan yang diungkapkan 3.215 responden yang menyatakan setuju. Alasan terbanyak, para guru merasa materi ajar dan praktikum sangat sulit sehingga kurang bisa diterima dengan baik ketika disampaikan secara daring. Setidaknya, ada 54 persen guru yang mengemukakan alasan tersebut.
’’Para guru merasa bahwa peserta didiknya pasti mengalami kesulitan untuk mengerjakan materi pelajaran dengan tingkat kesulitan tinggi,’’ katanya. Karena itu, harus ada tatap muka minimal seminggu sekali.
Ada juga yang menyatakan jenuh mengajar dalam skema pembelajaran jarak jauh (PJJ). Alasan itu disampaikan 22 persen guru. Kemudian, ada yang beralasan siswa yang diajar tidak memiliki perangkat daring sehingga tidak bisa mengikuti PJJ, sinyal tidak stabil, dan lain-lain.
Sementara itu, 2.948 responden yang menolak tatap muka pada Januari beralasan bahwa kasus Covid-19 masih tinggi. Mereka juga khawatir terjadi penularan di sekolah. ’’Apalagi untuk guru-guru yang usianya di atas 50 tahun serta memiliki penyakit penyerta seperti diabetes dan jantung,’’ tambah Sekjen FSGI Heru Purnomo.
Dia mengungkapkan, banyak juga guru yang menolak karena merasa infrastruktur dan protokol kesehatan/SOP adaptasi kebiasaan baru (AKB) di sekolahnya belum memadai. Lalu, alasan lainnya, guru menilai tidak ada sosialisasi protokol kesehatan dari sekolah dan tidak memiliki kendaraan pribadi sehingga harus naik angkutan umum yang rentan penularan.
Mempertimbangkan dinamika itu, FSGI meminta pemerintah daerah berhati-hati dalam memutuskan membuka sekolah pada Januari 2021. Sebab, kasus Covid-19 masih tinggi dan belum dapat dikendalikan. Terlebih, sudah ada peringatan dari Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin bahwa bakal ada kenaikan kasus setelah libur panjang Natal dan tahun baru. ’’Pemda harap mempertimbangkan kondisi tersebut,’’ tegasnya.
Heru juga mendorong pemerintah untuk mengumumkan 4 Januari 2021 bukan awal pembukaan sekolah meski ditetapkan sebagai awal semester genap. Sebab, masih dibutuhkan waktu lama dalam penyiapan infrastruktur dan protokol kesehatan adaptasi kebiasaan baru di sekolah-sekolah. ’’Bila dinilai siap, FSGI mendorong pembukaan sekolah dimulai dari kelas paling atas, pada jenjang paling tinggi,’’ paparnya. Itu pun disertai uji coba dengan 25 persen siswa yang masuk terlebih dahulu. ’’Kami juga mendorong tes antigen untuk seluruh pendidik dan peserta didik yang akan melakukan pembelajaran tatap muka,’’ ujarnya.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Jumeri menyatakan telah mengingatkan pemda perihal sekolah tatap muka. Pemda harus memperhatikan kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai prioritas utama dalam menentukan pola pembelajaran, baik secara tatap muka maupun jarak jauh. Sesuai dengan SKB 4 Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Semester Genap Tahun Ajaran dan Tahun Akademik 2020–2021 di Masa Pandemi Covid-19 yang diumumkan 20 November 2020.
’’Kami mengingatkan kembali agar kebijakan pembelajaran tatap muka tetap dilakukan secara berjenjang,’’ katanya. Mulai penentuan pemberian izin oleh pemerintah daerah/ kanwil/kantor Kemenag, pemenuhan daftar periksa oleh satuan pendidikan, hingga kesiapan menjalankan pembelajaran tatap muka.