Ala Tahun 90-an di Golan & Mirah
Angkat Cerita Rakyat Ponorogo untuk Miniseries
SURABAYA, Jawa Pos – ”Aku ngono duwe cita-cita, Mas Pur,” ucap seorang perempuan kepada laki-laki di hadapannya. ”Opo to, Dik?” jawab laki-laki yang dipanggil Mas Pur itu. ”Aku pengen dadi penari terkenal,” kata perempuan tersebut.
Dialog itu ada dalam sebuah adegan film Golan & Mirah. Film tersebut mengangkat salah satu cerita rakyat dari Ponorogo yang masih dipercayai hingga kini. Yakni, tentang dua wilayah desa yang berseteru pada zaman dahulu. Yakni, Desa Golan dan Desa Mirah. Akibatnya, sebuah kepercayaan pun muncul. Yaitu, tidak diperkenankannya warga Desa Golan menikahi warga Desa Mirah dan sebaliknya.
Film tersebut divisualisasikan layaknya tahun 90-an. Yang bisa dilihat dari gaya busana, transportasi, sampai infrastrukturnya.
Para pemain juga menggunakan bahasa Jawa ala Mataraman saat berdialog. Seluruh pengambilan gambar pun dilakukan di Ponorogo. Bahkan, aktor sampai kru melibatkan warga asli Bumi Reog itu.
Dalam film tersebut, dikisahkan Pur dan Sri yang saling jatuh cinta. Namun, hubungannya terhambat restu orang tua yang masih memegang teguh tradisi. Sebab, Pur berasal dari Desa Golan dan Sri berasal dari desa Mirah.
Salah seorang pemain utama Agra Hadi Abdurahman, pemeran Mas Pur, merasa senang saat terpilih memerankan sosok yang mencintai seorang gadis bernama Sri itu. Dia mengaku harus benar-benar menjiwai karakter Mas Pur. ”Apalagi sosok Mas Pur ini sangat erat dengan tradisi, sedangkan saya dibesarkan di era milenial,” ucap mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Surabaya itu.
Nanti, film tersebut ditayangkan di kanal YouTube Februari mendatang. Dengan format miniseries melalui delapan episode yang berdurasi sekitar 15 menit. Dengan begitu, total durasinya mencapai satu setengah jam.
Sang sutradara Elang Hardian mengatakan bahwa film merupakan proyek impian warga Ponorogo. Sebab, sejak lama dia mendengar aspirasi rekan-rekan asal Ponorogo yang ingin mengangkat kisah legendaris tersebut. Terlebih, sangat jarang ada film yang mengangkat cerita rakyat. ”Itu adalah pesan sesungguhnya. Yakni, melestarikan tradisi asli dan menumbuhkan rasa kedaerahan,” tandas Elang.