Jangan Anggap Enteng Polemik Vaksin
GADUH mengiringi program vaksinasi Covid-19 yang mulai dijalankan pemerintah. Penyuntikan perdana kepada Presiden Joko Widodo dan sejumlah figur publik tak sepenuhnya mendapat tanggapan positif. Permodelan yang seharusnya membawa pesan bahwa vaksinasi Covid-19, khususnya menggunakan Sinovac, adalah aman, malah mengundang perdebatan.
Agak mengejutkan ketika viral di media sosial tentang analisis bahwa penyuntikan yang dilakukan terhadap presiden harus diulang. Analisis itu ditulis orang yang mengaku bernama dr Taufiq Muhibbuddin Waly. Dokter asal Cirebon itu mengaku berkali-kali melihat video penyuntikan ke Presiden Jokowi. Dia kemudian berdiskusi dengan para dokter dan perawat senior, lantas membuat kesimpulan bahwa vaksinasi tersebut gagal dan harus diulang.
Sang dokter mengatakan bahwa suntikan vaksin seharusnya menembus otot dan dilakukan dengan tegak lurus 90 derajat. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) telah menjawab analisis itu dan menyebutnya sebagai opini pribadi. Siapa yang benar dalam konteks ini, masyarakat awam jelas tidak tahu. Sebab, analisis dan klarifikasinya juga tidak dijelaskan secara gamblang.
Kegaduhan lainnya tak kalah bikin bingung masyarakat. Politikus PDIP Ribka Tjiptaning malah mengatakan, bisa saja yang disuntikkan ke presiden itu bukan Sinovac. Dia meminta tidak ada dusta dalam program vaksinasi yang menggunakan Sinovac. Pasalnya, vaksin produksi Tiongkok itu belum melalui uji klinis tahap ketiga, tapi sudah ”terburu-buru” diedarkan.
Lagi-lagi, pemerintah tidak langsung memberikan jawaban gamblang atas polemik yang dilemparkan Ribka. Justru anggota Komisi IX DPR itu diserang rekan-rekannya di sesama koalisi partai pendukung pemerintahan. Malah ada yang mau melaporkannya ke polisi.
Sepertinya pemerintah memerlukan gaya komunikasi yang berbeda dalam program vaksin kali ini. Kalau presiden sudah dijadikan ”permodelan” vaksinasi, tapi tidak ”manjur” memengaruhi masyarakat, itu jelas menunjukkan ada problem ”trust” yang kronis.
Di level bawah, kegamangan tersebut makin menjadi-jadi karena beredarnya informasi yang simpang siur. Misalnya, muncul video yang menunjukkan bahwa cairan vaksin sama sekali tidak masuk ke tubuh presiden. Atau, bahkan ada kelakar bahwa yang disuntikkan itu adalah cairan dari minuman isotonik. Publik membutuhkan jawaban yang gamblang dan sangat jelas atas polemik-polemik itu. Bukan tindakan represif kepada pihak yang sekadar mengkritik atau bertanya. (*)