Jangan Sekadar Beri Bantuan
UMKM Juga Butuh Pendampingan
JAKARTA, Jawa Pos – Pemerintah berfokus pada programprogram pemulihan ekonomi nasional (PEN). Salah satunya adalah pembiayaan mudah dan murah untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Sampai saat ini, sektor tersebut berkontribusi 61,1 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
Deputi Pembiayaan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop-UKM) Hanung Harimba Rachman mengaku tengah mengupayakan kolaborasi dan sinergi dengan banyak pihak. Pemerintah ingin meningkatkan rasio partisipasi UMKM pada rantai pasok global yang saat ini baru 4,1 persen.
Tantangan yang lain adalah mengakrabkan UMKM dengan dunia digital. Sejauh ini, baru 10,26 juta dari total 64,2 juta unit UMKM yang terhubung dalam platform digital. Pemerintah, menurut Hanung, telah mengalokasikan sekitar 40 persen belanja kementerian/lembaga (K/L) untuk menyerap produk UMKM. Juga menyediakan 30 persen dari total area komersial infrastruktur publik untuk pengembangan UMKM.
Selain itu, Kemenkop-UKM mengupayakan pembiayaan mudah dan murah agar UMKM punya akses ke lembaga pembiayaan. ”Akses pembiayaan ke pengusaha kecil baru 11,11 persen,” kata Hanung dalam diskusi virtual kemarin (18/1).
Dalam kesempatan yang sama, peneliti Institute for Development of Economics and
Finance (Indef ) Bhima Yudhistira Adhinegara menegaskan bahwa UMKM tidak hanya butuh bantuan tunai. Mereka juga memerlukan pendampingan agar melek pasar digital. ”Teknis agar bisa bersaing atau berkompetisi di media sosial atau platform digital,” ujarnya.
Menurut Bhima, proses pendampingan itu tidak cukup hanya oleh Kemenkop-UKM. Tapi, diperlukan sinergi dengan badan usaha milik negara (BUMN). Perbankan, imbuh dia, jangan sekadar menyalurkan pinjaman atau kredit usaha rakyat (KUR). Namun, juga harus menggerakkan sumber daya manusia (SDM) untuk mendampingi pengusaha mikro dan kecil.
Bhima menekankan bahwa digitalisasi UMKM bukan perkara mudah. Apalagi akses internet belum merata. Khususnya, di daerah tertinggal. ”Banyak pelaku UMKM di daerah tersebut yang juga ingin masuk ke platform digital. Namun, mereka terbatas oleh akses internet,” beber alumnus Universitas Gadjah Mada tersebut.
Selain itu, subsidi internet penting. Para pelaku UMKM sebenarnya terdorong untuk memanfaatkan platform digital. Selama pandemi Covid-19, penggunaan platform digital oleh pelaku UMKM tumbuh 15 persen atau hampir 10 juta.
Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) M. Ikhsan Ingratubun mengatakan bahwa selain mendapat berkah digitalisasi, para pelaku UMKM terimbas dampak positif berbagai kebijakan pemerintah yang berpihak kepada mereka.
Kebijakan itu, antara lain, disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja yang memasukkan klaster UMKM sebagai pengganti UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM.
Ikhsan juga mengapresiasi terbentuknya orkestrasi pembinaan UMKM dan pengelolaan database menuju satu kementerian. Sebelumnya, ada 18 K/L yang melakukan pembinaaan UMKM. Akibatnya, aturan menjadi tumpang-tindih. ”Dengan adanya big data, UMKM meminta hanya satu kementerian yang mengelola. Kementerian Koperasi dan UKM,” bebernya.