Masa Sepi Pengunjung Dimanfaatkan untuk Perbaikan Kawasan Candi
Berbagai syarat dan pembatasan mengakibatkan puluhan ribu calon pengunjung Borobudur putar balik. Borobudur juga bakal menjadi tuan rumah ASEAN Tourism Forum (ATF). Namun, untuk rencana menjadi rumah ibadah umat Buddha sedunia, belum ada koordinasi lintas
KELUARGA Damanik tak bisa naik sampai ke stupa paling atas Candi Borobudur. Mereka harus berpuas hati hanya memandangi kecantikan candi di pelatarannya. Anak-anak dibiarkan berlarian. Sementara bapak dan ibunya berswafoto.
Damanik berasal dari Medan. Saat dia berkunjung pada Jumat pekan lalu (5/2), suasana di kawasan Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, tampak sepi
Tapi, dia tak kecewa. Tidak bisa sampai puncak tak apa. ”Bisa foto juga bagus,” ucapnya.
General Manager PT TWC I Gusti Putu Ngurah Sedana membenarkan, pandemi Covid-19 ini membuat jumlah wisatawan merosot drastis. Apalagi, pemerintah sempat membatasi jumlah penumpang transportasi umum. Lalu, ada pembatasan untuk warga negara asing (WNA) yang masuk ke Indonesia. Makin runyam ketika pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).
”Pada awal pandemi sempat turun. Lalu, ada kenaikan saat musim libur pada Agustus tahun lalu. Jumlah wisatawan bisa sampai 4.000 orang dalam sehari,” jelas Putu Sedana saat ditemui di kantornya.
Memang pandemi ini membuat manajemen Borobudur di bawah naungan PT Taman Wisata Candi (TWC) juga turut menyesuaikan aturan. Misalnya saja, wisatawan yang berasal dari luar Jawa Tengah harus menunjukkan surat hasil rapid test atau PCR. ”Ada juga warga yang mengaku rumahnya sini (sekitar Candi Borobudur, Red), tapi KTP-nya luar, tidak saya izinkan masuk karena tidak membawa surat,” ungkapnya.
Selain itu, di pintu masuk setelah pembelian tiket, ada petugas yang memeriksa kelengkapan surat dan suhu tubuh pengunjung. Di dalam area Candi Borobudur, peringatan memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan (3M) juga terlihat. Aturan jaga jarak berlaku karena ada pembatasan jumlah pengunjung di dalam kompleks candi.
Pada Jumat pekan lalu itu, gerbang di Candi Borobudur ditutup. Stupa di bagian atas juga tertutup. Lumut tampak di bebatuan lantai 3 dan 4 candi. Rupanya, memang sudah lama tak ada yang mengunjungi Borobudur. Lagi pula, belakangan memasuki musim hujan.
Ditjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memang mengharuskan pengunjung hanya sampai pelataran candi. Sebab, jika banyak pengunjung yang sampai ke atas, petugas harus sering menyemprotkan disinfektan. Cairan itu dikhawatirkan merusak struktur bangunan dan relief candi.
”Pengunjung pertama saya pada 2021 itu orang Prancis yang tinggal di Bali,” ungkap Putu Sedana. WNA yang masuk ke Borobudur harus bisa menunjukkan kartu izin tinggal terbatas (kitas) dan persyaratan protokol kesehatan lain. Karena menjadi pengunjung pertama, warga Prancis itu mendapat kenang-kenangan dari PT TWC.
Putu menjelaskan, sejak Borobudur dibuka dengan berbagai syarat, banyak pengunjung yang putar balik. Ada 50 ribu orang sepanjang 2020 yang batal mengunjungi candi tersebut.
Tahun lalu hanya sekitar 130 WNA yang datang. Pada bulan pertama tahun ini, total pengunjung yang datang mencapai 29.990 orang. Jumlah WNA yang berkunjung hanya 20-an orang. ”Puncaknya biasanya saat Waisak, tapi tahun lalu kan tutup,” ungkapnya.
Manajemen tak berdiam diri. Pembatasan jumlah pengunjung dimanfaatkan untuk melakukan perbaikan di kawasan candi. Misalnya, pembenahan taman. ”Dari (Kementerian) PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) melakukan pembenahan pedestrian,” jelasnya.
Tujuan pembangunan itu tak terlepas dari rencana pemerintah menjadikan kawasan Borobudur sebagai destinasi wisata superprioritas. Pemerintah telah membangun Yogyakarta International Airport (YIA) di Kulonprogo. Jalan provinsi yang menghubungkan bandara dengan Candi Borobudur pun akan dilebarkan. Harapannya, mobilitas pengunjung lebih nyaman. ”Pintu masuk ke candi juga bakal dilebarkan. Baru rencana, tapi sudah dipetakan,” katanya.
Selain itu, Borobudur tengah disiapkan untuk menjadi tuan rumah ASEAN Tourism Forum (ATF) 2023. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno menyampaikan kabar tersebut dalam The 24th Meeting of Asean Tourism Ministers pada Kamis (4/2).
”Saya dengan senang hati mengumumkan bahwa ASEAN Tourism Forum 2023 akan dilaksanakan di satu di antara lima destinasi superprioritas di Indonesia, yaitu Borobudur. Pelaksanaan ATF 2023 ini diharapkan menjadi momentum pemulihan pariwisata nasional maupun regional,” tuturnya.
Sebelumnya, Sandiaga menyatakan bahwa pihaknya diminta menyiapkan destinasi superprioritas (DSP) dalam waktu singkat. ”Arahan Presiden Joko Widodo, kami ditugaskan selama satu tahun ini untuk menyiapkan kelima DSP secara total,” kata Sandiaga. Selain Borobudur, empat DSP lain adalah Mandalika, Danau Toba, Labuan Bajo, dan Likupang.
Rencana terbaru menyangkut Borobudur disampaikan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas. Borobudur tak hanya dijadikan sebagai destinasi wisata, tetapi juga rumah ibadah umat Buddha. ”Kita berharap segenap ormas keagamaan dan majelis Buddha bersatu padu dalam mewujudkan Borobudur sebagai sentral rumah ibadah umat Buddha dunia. Misalnya, dalam perayaan Waisak dan perayaan keagamaan lainnya,” tutur pria yang akrab disapa Gus Yaqut tersebut.
Namun, hingga berita ini selesai ditulis, belum ada koordinasi untuk membahas rencana tersebut. Candi Borobudur dikelola beberapa kementerian. Misalnya, Kementerian BUMN, Kemendikbud, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, serta dari sisi keagamaan oleh Kemenag.
Putu Sedana berharap, setelah pandemi berakhir dan mobilitas mulai dilonggarkan, perbaikan di lingkungan Candi Borobudur bisa menjadi kejutan tersendiri bagi pengunjung. ”Mau dibikin apa pun, kami pengelola di sini terima,” tandasnya.
Pos