Minta Presiden Terbitkan Perppu Pemilu
Cegah Korban, Ubah Pasal Penghitungan di TPS
JAKARTA, Jawa Pos – Layu sebelum berkembang. Pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum (RUU Pemilu) mungkin batal dilanjutkan. Perubahan sikap mayoritas fraksi menjadi penyebab. Kini ada dorongan agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Pemilu untuk mengakomodasi aspirasi penyelenggara.
Wakil Ketua Komisi II DPR Luqman Hakim mengatakan, jika tidak ada perubahan UU Pemilu, pilkada akan tetap digelar pada 2024. Jadwalnya beririsan dengan pemilu nasional. Diakui Luqman, hal itu akan menguras tenaga dan pikiran penyelenggara pemilu. Muncul kekhawatiran pemilu akan memakan banyak korban seperti yang terjadi pada Pemilu 2019.
Fakta 2019 menunjukkan, banyak petugas TPS yang meninggal dunia. Hal tersebut berkaitan dengan proses penghitungan suara di TPS yang harus diselesaikan dalam waktu sehari. ”Sehingga sangat melelahkan petugas,” terangnya kemarin (9/2).
Aturan penghitungan suara di TPS itu tercantum dalam pasal 383 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dalam ayat (1) disebutkan, penghitungan suara di TPS/TPSLN dilaksanakan setelah waktu pemungutan suara berakhir. Kemudian ayat (2), penghitungan suara hanya dilakukan dan diselesaikan di TPS/TPSLN pada hari pemungutan suara.
Jika tidak ada revisi, Presiden Jokowi perlu menerbitkan Perppu Pemilu yang khusus mengubah pasal itu. Beban kerja petugas akan berat jika aturan tersebut masih berlaku. Pemilu 2024 dikhawatirkan akan menjadi mesin pembunuh masal. ”Kita semua nanti yang akan menanggung dosanya,” tegas legislator PKB itu.
Namun, wacana perppu tersebut dirasa janggal oleh pengamat. Menurut peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil, jika presiden setuju mengeluarkan Perppu Pemilu, hal itu justru akan memunculkan tanda tanya. ”Kalau mau dibuat atau diperbaiki melalui perppu agak aneh saja. Jika presiden mengeluarkan perppu, tapi membahas UU dengan DPR tidak mau. Saya yakin isinya (perppu) tidak akan jauh dari materi draf,” jelasnya dalam diskusi kemarin.
Fadli menambahkan bahwa perppu memiliki prasyarat, salah satunya adalah keadaan kegentingan yang memaksa. Meski RUU Pemilu mendesak, masih ada waktu pembahasan hingga akhir 2021.