Cegah Burnout Syndrome
Ancaman bagi Tenaga Kesehatan
PANDEMI Covid-19 di Indonesia mengakibatkan peningkatan beban yang sangat berat terhadap sistem pelayanan kesehatan di tanah air, termasuk pada tenaga kesehatan. Risiko yang paling kasatmata adalah aspek keselamatan tenaga kesehatan, terutama di lini terdepan yang sangat rentan terpapar Covid-19 hingga berisiko mengancam keselamatan jiwa.
Tercatat lebih dari 647 dokter dan ratusan tenaga medis lain meninggal dunia karena terinfeksi Covid-19 pada saat menjalankan tugas pelayanan kesehatan. Selain aspek keselamatan dan perlindungan dari infeksi, risiko lain yang sangat berpotensi memengaruhi kualitas hidup dan produktivitas pelayanan medis tenaga kesehatan kita adalah aspek kesehatan mental.
Salah satu yang dikhawatirkan adalah risiko burnout syndrome atau keletihan mental. Tenaga kesehatan berpotensi terpajan dengan tingkat stres yang sangat tinggi, namun belum ada aturan atau kebijakan yang dapat melindungi mereka dari segi kesehatan mental.
Penelitian yang dilakukan tim peneliti dari Program Studi Magister Kedokteran Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (MKK FKUI) menunjukkan fakta bahwa 83 persen tenaga kesehatan di Indonesia mengalami burnout syndrome derajat sedang dan berat.
Lalu, 41 persen tenaga kesehatan mengalami keletihan emosi derajat sedang dan berat, 22 persen mengalami kehilangan empati derajat sedang dan berat, serta 52 persen mengalami kurang percaya diri derajat sedang dan berat. Hal itu secara psikologis berisiko mengganggu kualitas hidup dan produktivitas kerja dalam pelayanan kesehatan.
Menurut Ketua Tim Peneliti Dr dr Dewi Soemarko M.S. SpOK, penelitian itu juga menemukan fakta bahwa dokter umum di Indonesia yang menjalankan tugas pelayanan medis di garda terdepan selama masa pandemi Covid-19 memiliki risiko dua kali lebih besar untuk mengalami burnout syndrome.
’’Tingginya risiko menderita burnout syndrome akibat pajanan stres yang luar biasa berat di fasilitas kesehatan selama pandemi ini dapat mengakibatkan efek jangka panjang terhadap kualitas pelayanan medis karena para tenaga kesehatan ini bisa merasa depresi, kelelahan ekstrem, bahkan merasa kurang kompeten dalam menjalankan tugas. Ini tentu berdampak kurang baik bagi upaya kita memerangi Covid-19,” tutur dr Dewi.
Menurut penelitian itu, dokter yang menangani pasien Covid-19, baik dokter umum maupun spesialis, berisiko dua kali lebih besar mengalami keletihan emosi dan kehilangan empati jika dibandingkan dengan mereka yang tidak menangani pasien Covid-19. Sementara itu, bidan yang menangani pasien Covid-19 berisiko dua kali lebih besar mengalami keletihan emosi daripada mereka yang tidak menangani pasien Covid-19.