Tumbuhkan Kecintaan dengan Alam lewat Komunitas
adalah salah satu pelajaran yang dekat dengan bahasan tentang alam. Dalam ilmu biologi, kita mempelajari ilmu tentang manusia, mikroorganisme, dan sistem lingkungan. Hal itulah yang lantas membuat biologi menjadi salah satu pelajaran yang mendorong seseorang untuk belajar mencintai lingkungan. Sebagaimana yang dilakukan Falasifah, yang lebih senang menyebut dirinya sebagai
Sebagai seorang anak muda yang memiliki keinginan untuk menjadi pengusaha, Falasifah melihat bahwa keinginannya untuk menjadi pengusaha tidak hanya bertujuan meraih keuntungan untuk dirinya sendiri, tetapi juga bermanfaat bagi lingkungan alam sekitarnya. ”Dengan menerapkan prinsip aku berharap melalui usaha yang telah aku dirikan, ke depannya dapat memberikan manfaat bagi kehidupan yang selaras untuk menyeimbangkan alam,” ujar Falasifah yang merupakan lulusan dari Prodi Biologi Universitas Diponegoro. Perhatiannya terhadap lingkungan ditunjukkan Falasifah melalui komunitas Seangle Semarang yang berfokus pada isu lingkungan laut. Awal inisiatifnya untuk berfokus pada isu lingkungan itu diperoleh Falasifah ketika dia singgah ke NTT. ”Waktu itu aku melakukan kunjungan ke NTT, di sana aku melihat lautnya seperti akuarium, semuanya terlihat dengan jelas karena airnya yang jernih. Saking cantiknya, aku nggak mau diajak naik ke kapal karena terlalu asyik melihat ikan dan terumbu karang. Begitu pulang ke Semarang, ternyata keadaannya berbanding terbalik, laut-laut di Semarang jauh dari kata indah. Dari situ mulai terpikir ide untuk bisa membuat laut Semarang menjadi sejernih dan secantik laut NTT,” cerita perempuan yang lebih akrab dipanggil Sifah tersebut. Selain berkiprah dalam isu lingkungan terhadap kebersihan laut, Falasifah menggalakkan ide untuk dapat membiasakan hidup lebih ramah lingkungan dan minim sampah. Dengan mendirikan komunitas BACKIND (Back to Indonesia), Falasifah aktif melakukan kampanye melalui media kreatif untuk menerapkan prinsip konsumsi dan produksi yang berkelanjutan. Kerennya lagi, komunitas itu juga mendirikan pertama di Semarang, lho!
Meski gerakan tersebut mulai marak digalakkan di berbagai platform, Falasifah melihat masih banyak tantangan untuk menerapkan kebiasaan itu di Indonesia. ”Kesulitan sebenarnya dari kolaborasi, emang
sih karena masalah mikroplastik juga sulit dituntaskan. Jadi, tugas komunitas seperti kita adalah bagaimana caranya supaya masalah mikroplastik dapat teratasi,” jelasnya.
Salah satu bentuk tantangannya adalah menerapkan kebiasaan untuk mengurangi sampah plastik. Falasifah mengaku tidak pernah menegur ketika ada teman yang masih menggunakan sampah plastik karena kebiasaan itu memang sulit diterapkan. Alih-alih menegur, Falasifah lebih sering meminta sampah-sampah tersebut untuk diolah agar bisa menghasilkan. ”Di BACKIND, kami belajar memilah sekaligus mengolahnya menjadi barang yang bisa dipakai lagi. Malah aku sering meminta bekas sampah yang mereka gunakan untuk aku manfaatkan supaya bisa punya nilai jual,” tuturnya.
Usaha Falasifah untuk dapat memberikan dampak baik terhadap lingkungan tidak berhenti di situ. Dia juga tergerak untuk mendirikan
yang berfokus pada pengelolaan budi daya mikroalga yang diberi nama Albitec. Dorongan untuk mendirikan tersebut datang karena Falasifah melihat mikroalga dapat menjadi protein alternatif untuk masa depan karena manfaatnya yang berlimpah.
”Albitec didirikan dalam rangka menjawab kebutuhan protein alternatif yang organik serta berkelanjutan dalam rangka memenuhi gizi seimbang. Mikroalga juga punya banyak manfaat baik untuk sendi kehidupan yang dapat dimanfaatkan untuk bahan kosmetik, bahkan energi bahan bakar yang ramah lingkungan,” jelas Falasifah dengan semangat. Wah, semoga niat Falasifah untuk bisa memberikan kontribusi terhadap lingkungan bisa menular ke teman-teman sekalian, ya!