Ramadan, Vaksinasi Dilakukan Malam Hari
Vaksin Mandiri Khusus Korporasi Tidak Diperjualbelikan untuk Individu
JAKARTA, Jawa Pos – Berbagai skenario disiapkan agar target program vaksinasi Covid-19 tahap kedua tercapai. Yakni, sebanyak 38 juta orang disuntik vaksin dan rampung pada Mei 2021.
Jubir Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi meminta dukungan semua pihak agar target penyelesaian vaksinasi bisa tepat waktu. Termasuk mengatur pelaksanaannya saat ibadah puasa Ramadan mulai pertengahan April. ’’Ini kan targetnya luar biasa, 38 juta orang ya,’’ ujar Nadia dalam webinar tentang vaksinasi kemarin (21/2).
Kemenkes telah menerima arahan dari presiden soal vaksinasi pada malam hari. Saat ini sedang digodok bagaimana implementasinya untuk menyelesaikan vaksinasi petugas layanan publik dan lansia. ’’Ini sedang dipikirkan bagaimana tenaga kesehatan untuk menyuntikkan pada malam hari,’’ paparnya.
Saat ini, vaksinasi tenaga kesehatan (nakes) belum 100 persen
Masih ada sekitar 20 persen nakes yang belum mendapat vaksin dari target 1.468.764 orang. Per Sabtu (20/2), tercatat sudah 1.227.489 nakes divaksinasi dosis pertama. Cakupannya mencapai 83,58 persen. Sementara itu, vaksinasi dosis kedua telah disuntikkan kepada 731.162 nakes dengan persentase 50,05 persen. Bali menjadi provinsi dengan cakupan vaksinasi nakes tertinggi, yakni mencapai 90 persen.
Pihaknya mendorong agar daerah dapat segera menyelesaikan proses vaksinasi bagi nakes di masing-masing wilayah. ’’Diharapkan, sisanya akan bisa dirampungkan hingga akhir Februari 2021,’’ katanya.
Rabu (17/2) Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan bahwa pemerintah terus menggencarkan pelaksanaan vaksinasi Covid-19.
Presiden menjelaskan bahwa sasaran vaksinasi tahap kedua lebih luas. Yaitu, untuk pelayan publik, lansia, serta kelompok rentan lain seperti pedagang pasar, pekerja kantoran, dan aparatur sipil negara (ASN). ’’Di bulan puasa kita tetap vaksinasi di malam hari. Kemudian siang hari di daerah-daerah (mayoritas, Red) nonmuslim,’’ katanya saat menerima pimpinan media massa pekan lalu dalam video yang diunggah ke YouTube Sekretariat Presiden (Setpres) Sabtu (20/2).
Jokowi mengungkapkan, bulan depan tersedia vaksin Covid-19 sebanyak 11 juta dosis. Sebelumnya, pada tahap pertama, ada 3 juta dosis vaksin dan tahap kedua 7 juta dosis. Pada semester kedua 2021, vaksin diperkirakan bakal tersedia cukup banyak. Yakni, 30 juta dosis vaksin.
Pemerintah juga tidak bergantung pada fasilitas rumah sakit dan puskesmas untuk kegiatan vaksinasi. Tetapi memanfaatkan fasilitas publik lainnya. ’’Seperti yang pernah dilakukan di Istora dan Pasar Tanah Abang,’’ jelasnya.
Selain vaksin, jumlah vaksinator mendapat sorotan. Saat ini ada 30 ribuan vaksinator, tetapi persebarannya belum merata. Akibatnya, kecepatan proses vaksinasi di satu provinsi dengan provinsi lain berbeda.
Jokowi menyebut, bakal ada tambahan tenaga vaksinator dari Kemenkes. Kemudian, ada dukungan 11 ribu vaksinator dari personel TNI dan Polri. Setidaknya akan tersedia minimal 40 ribu vaksinator. Dengan asumsi satu orang vaksinator sehari bisa menangani 30 orang, berarti dalam sehari ada 1,2 juta orang yang divaksin. ’’Ini hitungan gampangnya. Tetapi, praktik di lapangan membutuhkan improvisasi yang baik,’’ ujarnya.
Vaksinasi Mandiri Siti Nadia Tarmizi yang juga menjabat direktur pencegahan dan pengendalian penyakit menular langsung (P2PML) Kemenkes turut menyinggung skema vaksinasi mandiri atau gotong royong. Dia menegaskan, skema vaksin itu bersifat korporasi. Tidak diperjualbelikan untuk individu.
Dalam prosesnya, lanjut dia, perusahaan yang akan memberikan langsung kepada karyawan masing-masing melalui fasilitas kesehatan. Bila perusahaan menyatakan mampu, bisa juga diberikan kepada keluarga karyawan.
’’Pendekatannya klaster, bukan individu,’’ ungkapnya. Jenis vaksin yang digunakan bakal berbeda dengan yang digunakan pemerintah.
Dalam kesempatan terpisah, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan bahwa aturan mengenai vaksinasi gotong royong tengah disiapkan. Namun, dalam pelaksanaannya, ada sejumlah panduan yang ditegaskan pemerintah.
Pertama, adanya skema itu tidak lantas menghilangkan hak masyarakat untuk mendapatkan vaksin gratis. Kedua, vaksinasi gotong royong merupakan bentuk kerja sama antara pemerintah dan seluruh pihak, termasuk swasta, untuk mempercepat program vaksinasi nasional.
Menurut Budi, semakin cepat vaksinasi semakin baik. ’’Jangan sampai kekebalan masyarakat yang divaksin sudah selesai, tapi program vaksinasi belum rampung,’’ ucapnya. Mengingat, hingga saat ini belum ada bukti ilmiah pasti mengenai lama vaksin Covid-19 memberikan kekebalan tubuh.
Ketiga, vaksinasi gotong royong tak boleh menimbulkan persepsi bahwa yang kaya akan didahulukan. Sebab, vaksinasi gotong royong bukan konsep bisnis. Sesuai namanya, yakni mengajak semua pihak untuk gotong royong.