Pentingnya Insentif Fiskal Sektor Properti
Konsumsi kelas menengah adalah kunci pertumbuhan ekonomi. Karena itu, pemerintah memberikan insentif fiskal untuk sektor otomotif. Sektor tersebut memang strategis karena jumlah pekerja yang terkait langsung maupun tidak langsung mencapai 4,5 juta orang. Sektor otomotif juga menyumbang 17 persen dari total industri manufaktur. Perputaran uang di bisnis otomotif diperkirakan mencapai Rp 180–200 triliun. Setelah diberi insentif, ada peluang industri otomotif kembali tumbuh, dari realisasi 500 ribu unit pada2020menjadi750ribuunitpadatahunini.
Namun, sektor properti adalah lokomotif ekonomi yang sebenarnya sehingga seharusnya menjadi fokus pemerintah. Industri properti melibatkan 175 industri lain. Jumlah tenaga kerja yang terlibat langsung sekitar 19 juta orang. Sedangkan 11 juta tenaga kerja tidak langsung juga menggantungkan kehidupannya pada industri properti. Misalnya, arsitek, insinyur, tenaga pemasaran, notaris, bahan bangunan, bank, aksesori rumah, furnitur, hingga warung makan di sekitar proyek properti.
Perputaran uang di sektor properti juga sangat besar. Untuk kapitalisasi di sektor properti primer (tanah, rumah, apartemen, ruko, dan kantor) saja, nilainya diperkirakan Rp 80–100 triliun. Sementara itu, perputaran uang di properti sekunder (rumah bekas dan lain-lain) diperkirakan Rp 120–150 triliun setahun. Dengan demikian, perputaran uang di sektor properti tak kurang dari Rp 200–250 triliun per tahun.
Sekitar 60 persen transaksi properti menggunakan jasa perbankan. Nilai KPR yang dikucurkan bank pada 2019 mencapai Rp 115 triliun. Nilai itu tentu belum menghitung pembelian properti secara tunai atau inhouse financing.
Hambatannya, bunga KPR di Indonesia lebih tinggi daripada di Malaysia maupun Singapura. Karena itu, pemerintah harus melakukan intervensi agar bunga KPR di perbankan bisa lebih rendah. Salah satunya dengan menambah alokasi subsidi bunga KPR atau mematok suku bunga KPR yang lebih rendah di bankbank milik negara.
Kendala lain adalah tingginya biaya transaksi properti. Berdasar hitungan Indonesia Property Watch, pajak pertambahan nilai (PPN) dan biaya perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) menyumbang 20–23 persen dari nilai transaksi. Meski uang muka ditetapkan nol rupiah, nilai pajak tersebut tetap menjadi kendala bagi pembeli properti pada masa pandemi. Karena itu, REI mengusulkan PPN properti diturunkan menjadi 5 persen, sedangkan BPHTB diturunkan menjadi 2,5 persen. Penurunan biaya perolehan properti dari 20 persen menjadi 7,5 persen diyakini bakal menggairahkan sektor properti.