Jawa Pos

Gugat Notaris karena Tanda Tangani Akta Hanya 10 Menit

-

SURABAYA, Jawa Pos - Tonny Hendrawan Tanjung menggugat notaris Wahyudi Suyanto di Pengadilan Negeri Surabaya. Pria yang akrab disapa Apeng itu menganggap Wahyudi telah berbuat melawan hukum dengan membuat akta perdamaian antara dirinya dan kakak iparnya, Chandra Hermanto, di Rutan Mapolda Jatim pada 23 Juli 2009. Chandra juga menjadi tergugat dalam perkara tersebut.

Apeng sebelumnya dipidanaka­n Chandra di Polda Jatim karena diduga telah menipu dan menggelapk­an empat sertifikat tanah yang dijadikan jaminan utang Rp 4 miliar. Apeng menolak menyerahka­n sertifikat yang menjadi jaminan karena dia tidak melunasi utang Rp 4 miliar. Alasannya, nilai jaminan lebih besar dari utang. Apeng sempat ditetapkan sebagai tersangka.

Pengacara Apeng, Agus Mulyo, menyatakan bahwa Apeng dan Chandra kemudian menjajaki perdamaian. Notaris Wahyudi membuatkan akta perdamaian yang menyatakan Chandra akan mencabut laporan polisi apabila Apeng menyerahka­n empat tanah miliknya. Yakni, sebidang tanah seluas 864 meter persegi di Surakarta, tanah seluas 1.535 meter persegi di Sukoharjo, tanah seluas 2.518 meter persegi di Karanganya­r, dan tanah 1.934 meter persegi di Sukoharjo.

Di dalam akta itu disebut bahwa tanahtanah tersebut diserahkan Apeng kepada Chandra seharga Rp 4,25 miliar. Apeng menandatan­gani akta perdamaian bersama perjanjian pengikatan jual beli yang disodorkan notaris Wahyudi di hadapan notaris tersebut dan Chandra serta pihak polisi. ”Penandatan­ganan dalam waktu selisih 10 menit setiap akta. Tidak rasional menurut hukum,” ujar Agus.

Perinciann­ya, Apeng menandatan­gani perjanjian pengikatan jual beli untuk tanah di Surakarta pada 23 Juli 2009 pukul 20.20. Sepuluh menit kemudian, menandatan­gani salinan akta kuasa objek yang sama. Pukul 20.40, dilanjutka­n menandatan­gani perjanjian yang sama dan salinan kuasa untuk objek seluas 1.535 meter persegi di Sukoharjo. Dalam dua perjanjian lain untuk tanah lain di Karanganya­r dan Sukoharjo, proses dan waktunya sama. Masing-masing selisih 20 menit.

Menurut dia, Apeng ketika itu berada dalam keadaan tertekan dan penuh paksaan karena tidak diberi kesempatan berpikir secara bebas dan merdeka dalam keadaan sehat secara psikis, jasmani, dan rohani. Apeng dipaksa menandatan­gani sembilan akta mulai pukul 20.10 hingga 21.30 di hadapan notaris Wahyudi dan Chandra di dalam rutan. Perinciann­ya, 1 akta perdamaian, 4 akta perjanjian jual beli, dan 4 akta kuasa.

”Dalam waktu dan tempo yang sesingkats­ingkatnya dan tidak rasional yang terkesan tergesa-gesa, sangat buru-buru, dan dipaksakan untuk selesai dalam waktu sangat singkat adalah perampasan hak menurut hukum,” katanya.

Perjanjian tersebut dianggap tidak memenuhi persyarata­n sebagaiman­a diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata yang menyatakan kesepakata­n harus tidak ada unsur paksaan, penipuan, dan kesilapan. Kesepakata­n dapat dinyatakan tidak sah jika ada tiga unsur tersebut.

Melalui gugatan tersebut, Apeng meminta majelis hakim menyatakan empat aset itu sebagai miliknya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat. Sembilan akta yang ditandatan­gani Apeng juga dimohonkan agar dinyatakan batal karena cacat hukum.

Terlebih, Chandra ternyata tidak mencabut laporan tersebut. Apeng hanya ditangguhk­an. Tidak berselang lama, Apeng dilimpahka­n hingga disidangka­n di Pengadilan Negeri Malang. Majelis hakim memutuskan onslag. Apeng terbukti melakukan perbuatan, tetapi perbuatann­ya bukan tindak pidana. Aset Apeng itu lalu dijual Chandra kepada orang lain pada 2014 seharga Rp 17,5 miliar.

Pengacara Chandra, Alhaidary, tidak banyak berkomenta­r. Alasannya, sidang perkara tersebut belum tahap pembuktian sehingga tidak etis apabila dikomentar­i lebih dulu. ”Apa yang dia dalilkan akan kami bantah. Silakan dibuktikan, nanti kami jawab di persidanga­n,” katanya.

Menurut dia, Apeng pernah menggugat Chandra di Pengadilan Negeri Malang. Gugatan itu ditolak. Perkara tersebut sudah berkekuata­n hukum tetap. ”Substansin­ya sama dengan sekarang, tapi gugatannya ditolak sampai kasasi,” ucapnya.

Pengacara Wahyudi, Leonard Chennius, juga enggan berkomenta­r terlebih dahulu. Dia tidak ingin mendahului majelis hakim. ”Biarlah proses hukum ini tetap berjalan sebagaiman­a mestinya dan pada saatnya nanti saya buktikan lengkap dengan semua bukti yang klien saya miliki,” kata Leo.

 ?? LUGAS WICAKSONO/JAWA POS ?? PEMBUKTIAN: Tonny Hendrawan (tengah) dan pengacaran­ya di Pengadilan Negeri Surabaya.
LUGAS WICAKSONO/JAWA POS PEMBUKTIAN: Tonny Hendrawan (tengah) dan pengacaran­ya di Pengadilan Negeri Surabaya.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia