Biaya Logistik RI Tertinggi di ASEAN
JAKARTA, Jawa Pos – Pelaku industri kepelabuhanan menaruh ekspektasi tinggi pada pemulihan ekonomi tahun ini. Perekonomian global dan nasional akan bisa meningkatkan kunjungan kapal dan arus barang. Baik peti kemas maupun nonpeti kemas.
PT Pelabuhan Indonesia II atau IPC menargetkan pertumbuhan kinerja operasional pada 2021. Dalam proyeksi IPC tahun ini, traffic kunjungan kapal tumbuh sebesar 4,3 persen dari tahun lalu. Sementara itu, untuk volume peti kemas, IPC menargetkan kenaikan menjadi 7,20 juta TEUs atau naik 7,2 persen dari 2020. Dan, volume barang nonpeti kemas diharapkan tumbuh 5 persen dari 50,91 juta ton pada 2020 menjadi 53,48 juta ton.
”Walaupun industri kepelabuhanan cukup resilient menghadapi pandemi Covid-19 selama 2020, IPC harus meraih peluang bisnis dan menghadapi uncertainty kondisi new normal nanti,” ujar Direktur Utama IPC
Arif Suhartono kemarin (22/2).
Kini IPC akan berfokus pada sinergi dan peningkatan performa. Program-program strategis perusahaan adalah transformasi budaya, transformasi digital, dan inovasi bisnis model. Selain itu, manajemen inovasi, restrukturisasi anak perusahaan, dan sinergi serta integrasi pelabuhan.
Senada dengan upaya tersebut, Indonesian National Shipowners Association (INSA) mendorong percepatan implementasi pengembangan sistem booking online jasa angkutan logistik. Dengan demikian, tarif logistik menjadi lebih kompetitif. ”Kami di pelayaran terus mendorong aspek transportasi dengan mengembangkan sistem booking online angkutan kontainer,” ujar Ketua Umum INSA Carmelita Hartoto.
Dia menjelaskan, digitalisasi membuat seluruh informasi terkait harga layanan hingga ruang muat kapal lebih transparan. Setiap pengguna jasa juga bisa mengakses informasi harga layanan hingga ruang muat kapal secara lebih terbuka. ”Saya yakin dengan penerapan ini harga layanan kita akan lebih efisien,” tambahnya.
Dia berharap nanti sistem booking online transportasi logistik bisa terintegrasi dengan ekosistem logistik nasional (national logistic ecosystem/ NLE). ”Dengan begitu, layanannya bisa lebih transparan dan efisien,” tegasnya.
Mengenai NLE, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa sistem itu bisa menurunkan biaya logistik. Dia menargetkan penurunan biaya logistik Indonesia dari 23,5 persen menjadi 17 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Dia mengakui, biaya logistik Indonesia masih tinggi di kawasan ASEAN. ”Biaya logistik kita jika dibandingkan dengan Singapura atau Malaysia lebih tinggi. Akibatnya, ekonomi Indonesia perlu terus diperbaiki kompetisinya,” ujar Ani, sapaan Sri Mulyani.
Di luar isu tersebut, kelangkaan kontainer juga masih menjadi kendala kinerja logistik. Menurut Carmelita, berkurangnya volume barang yang diangkut membuat operator kapal otomatis mengurangi space-nya. Di sisi lain, kuntara beberapa negara juga membuat terjadinya kongesti. Maka, pengembalian kontainer kosong atau repo terhambat.