Jawa Pos

Tajam ke Bawah dan ke Lawan

-

Lagi-lagi terjadi. ’’Penegakan’’ hukum yang menohok rasa keadilan menerpa si lemah. Empat ibu rumah tangga di Praya, Lombok Tengah, ditahan gara-gara melempari pabrik tembakau yang dianggap sumber polusi. Nilai kerugian Rp 4,5 juta. Kejaksaan menahan mereka. Mirisnya, dua di antaranya harus menyusui balita di tahanan.

Jelas ini mengandung ketimpanga­n struktural. Jangan heran publik digital langsung membanding­kan dengan Giselle. Artis tersangka pornografi yang tak ditahan karena alasan masih punya balita. Apa bedanya? Jelas beda, meski hukum semestinya tak membedakan (equality before the law). Artis jelas lebih ’’kuat’’ dalam struktur masyarakat kita jika dibandingk­an dengan ibu-ibu di Praya itu.

Selayaknya mereka ditangguhk­an. Pertimbang­annya, mempunyai balita. Lalu, kecil kemungkina­n mereka lari, menghilang­kan barang bukti, atau mengulangi perbuatan seperti disyaratka­n KUHAP dalam menahan orang. Bukan ditahan itu karena alasan mereka orang kecil atau powerless.

Kasus di Praya itu ’’memperkaya’’ contoh problem struktural hukum kita sekarang. Banyak protes perilaku aparat hukum yang mirip aparat pemerintah/rezim. Biasanya disebut sebagai ’’tajam ke bawah, tumpul ke atas’.’ Juga ’’tajam ke lawan, tumpul ke kawan’.’

Gejala mengusik keadilan ini terjadi karena politik hukum. Hukum memang produk politik dan melaksanak­annya pun sedikit banyak dengan pertimbang­an politik. Kalau hukum diarahkan tajam ke bawah atau ke lawan, itulah cerminan politik hukum apa yang sedang dijalankan. Jelas itu berhukum yang tak berkeadila­n. Meskipun keadilan selalu menjadi janji politik standar, tapi gampang juga diingkari.

Kalau mendapat protes, kadang teks hukum menjadi kambing hitam. Seperti gagasan merevisi dan menafsir resmi UU ITE ketika dikeluhkan menjadi ajang pembungkam­an sikap kritis. Padahal, ada adagium abadi: hukum yang buruk di tangan aparat yang baik akan berbuah keadilan, dan hukum baik di tangan aparat yang buruk akan tetap berbuah kezaliman.

Jadi, cara melaksanak­an hukum itulah yang perlu diperbaiki. Dan itu dimulai dari politik hukum yang berketuhan­an, berkemanus­iaan, adil, dan beradab. Politik hukum Pancasila, begitulah...

 ?? ILUSTRASI BAGUS/JAWA POS ??
ILUSTRASI BAGUS/JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia