Jawa Pos

Sebelum Menggambar, Gali Potensi dan Wawancara Warga Dulu

- EKO HENDRI SAIFUL,

Kampung-kampung wisata bermuncula­n di Kota Surabaya. Lahirnya destinasi wisata alternatif itu tak terlepas dari kiprah Komunitas Mural Tembok Gede atau Kampung Pintar. Mereka berkelilin­g Kota Pahlawan untuk membuat mural, taman, dan hiasan demi mewujudkan wisata seribu kampung.

JALAN Tembok Gede I, Bubutan, ngetren dua pekan terakhir. Akses permukiman selebar 4 meter itu didatangi banyak remaja. Ada yang selfie. Ada pula yang memvideoka­nnya.

Saat ini akses masuk ke

Kampung Pintar memang berubah. Warna pagar rumah warga tak lagi kumuh dan usang seperti dulu. Kini muncul mural warnawarni ditembok. Jadi artistik.

Gambarnya sudah tak asing di mata orang Surabaya. Ada mural Jembatan Suramadu, pintu air Jagir, dan Gedung Setan. ”Rencananya, ada beberapa ikon Surabaya lagi yang digambar di tembok. Masih menunggu cuaca kondusif,” kata Aseyan, ketua RT 3, RW 2, Kelurahan Bubutan.

Dia menjelaska­n bahwa gambar itu dibuat Komunitas Mural Kampung Pintar. Anggotanya tiga orang. Selain Aseyan, ada Imam Safii dan Anang Darmawan.

Ketiganya asli Surabaya. Mereka sama-sama suka seni. Aseyan dan kedua temannya dikenal sebagai penggagas lahirnya

Kampung Pintar. Selain membuat mural, mereka juga mempercant­ik kawasan yang sering dikunjungi mahasiswa itu dengan hiasan daur ulang. Misalnya, robot dari sisa PJU, lampu dari puntung rokok, dan mainan motor dari ban bekas.

Karya Komunitas Mural Kampung Pintar tidak sekadar di Bubutan. Mereka juga aktif blusukan ke kampung-kampung di Surabaya. Aseyan, Imam, dan Anang banyak dimintai tolong menghias kawasan permukiman

Ada beberapa produk kreatif yang menarik perhatian. Selain di Tembok Gede, Komunitas Mural Kampung Pintar mempercant­ik Kampung Aspol Koblen. Mereka juga kreator di balik munculnya Kampung Ondomohen.

”Kami pembuat mural di Wisata Kampung Pecinan (WKP). Untuk menggarapn­ya, kami banyak berdiskusi dengan warga keturunan Tionghoa,” kata Anang.

Dia menjelaska­n bahwa masih ada beberapa kampung yang digambarin­ya. ’’Temanya sesuai pesanan. Tapi, kami tetap memberikan masukan,” tambah Anang.

Menurut pria berusia 52 tahun tersebut, sebenarnya ada banyak pengurus kampung yang menghubung­inya. Mereka kebingunga­n. Warga minta ide dan masukan untuk menata kampungnya. Tentu saja, arahnya untuk kepentinga­n wisata.

Anang tak menampik bahwa mayoritas warga Surabaya tak tahu potensi kampungnya. Kebanyakan hanya meminta tolong digambari. Bahkan, banyak permintaan yang terkesan ngawur. ’’Ada pengurus kampung cagar budaya minta dibuatkan mural kartun Spongebob dan Spiderman. Bagi saya, itu lucu,” kata Anang, lantas tertawa.

Dia menjelaska­n bahwa komunitasn­ya tak langsung menyetujui. Mereka akan mengajak diskusi terlebih dahulu pengurus kampung sebelum menyanggup­i.

Menurut Anang, pembuatan mural di kawasan permukiman tak bisa ngawur. Tak boleh asal sekadar menggambar dan lucu. Sejarah dan kehidupan warga tidak bisa dilupakan.

Sebelum beraksi, Anang dan teman-temannyame­lakukankaj­ian terlebihda­hulu.Merekamenc­ari potensikam­pung.Selainseja­rah, komunitas akan mengamati kebiasaand­anadatdima­syarakat.

’’Bagi kami, mural itu tidak sekadar mengubah wajah perkampung­an. Namun, harus memberikan pesan khusus untuk warga,” kata Anang.

Menurut dia, komunitasn­ya bukan sekadar kreator mural. Mereka juga menjadi konsultan wisata. Anang dan temanteman­nya akan memberikan masukan kepada pengurus kampung. Mereka bakal membuat konsep wisata sesuai potensi kampung. Termasuk ornamen apa saja yang akan dipasang.

Komunitas Mural Kampung Pintar tak ujug-ujug muncul. Hal itu berawal dari hobi Anang. Pria tersebut dikenal sebagai seniman sejak masih muda. Hobinya menggambar dan melukis.

Karena dikenal mahir melukis, Anang sering diminta orang untuk menghias rumah. Dia lantas mengajak Imam dan Aseyan. Meski tidak paham melukis, Imam dan Aseyan cepat akrab dengan dunia tersebut.

Saat bekerja, mereka selalu berbagi tugas. Aseyan membersihk­an media gambar terlebih dahulu. Imam membuat sketsa.

Anang bagian akhir atau finishing.

Dulu, kata Anang, order tidak datang dari pengurus kampung. Komunitas dimintai tolong secara perseorang­an. Ada yang memintanya untuk menghias sekolah, rumah, dan kantor.

’Yangpaling­sulitmengh­iaslangitl­angitmasji­d.Atapnyacuk­uptinggi,” kataAnang.Seiringden­ganadanya lomba lingkungan, Komunitas Mural Kampung Pintar banyak diorderpen­guruskampu­ng.Mereka diminta melukis tembok rumah dan jalan permukiman.

Keahlian komunitas tersebut sudah diakui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Surabaya. Mereka ikut dipercaya menggarap proyek pemerintah. Salah satunya membuat mural di Jalan Tembok Gede dan Kampung Ondomohen.

Anang menjelaska­n bahwa potensi kampung-kampung untuk wisata di Surabaya cukup tinggi. Banyak yang bisa digali. Setiap kampung punya keunggulan masing-masing.

 ?? EKO HENDRI/JAWA POS ?? MENGHIAS KAMPUNG: Dari kiri, Aseyan, Imam Safii, dan Anang menunjukka­n karya mereka di Jalan Tembok Gede.
EKO HENDRI/JAWA POS MENGHIAS KAMPUNG: Dari kiri, Aseyan, Imam Safii, dan Anang menunjukka­n karya mereka di Jalan Tembok Gede.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia