Menlu Bantah Abaikan Prokes di Thailand
JAKARTA, Jawa Pos – Upaya shuttle diplomacy Indonesia ke Thailand untuk membantu menyelesaikan persoalan Myanmar menyisakan kritikan. Media setempat menyoroti kunjungan Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi yang dinilai tak mematuhi protokol kesehatan (prokes).
Retno dianggap lalai karena tak menjalankan masa isolasi mandiri selama 14 hari. Padahal, aturan tersebut berlaku bagi semua orang yang datang dari luar negeri. Tak terkecuali PM Thailand Prayuth Chan-ocha.
Menanggapi hal tersebut, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI Teuku Faizasyah membantah tegas. Dia memastikan bahwa kedatangan Retno sudah sesuai dengan prosedur kesehatan yang ditetapkan otoritas Thailand. Dalam aturan tersebut, Menlu menjalani isolasi mandiri di hotel sebelum berkegiatan. Termasuk tes swab PCR dan lainnya.
”Prokes yang sama diterapkan untuk Menlu China sebelumnya (saat datang ke Thailand, Red),” ujarnya saat dikonfirmasi kemarin (25/2). Kunjungan Retno terbilang sangat singkat. Dia tiba Selasa sore (23/2). Kemudian langsung isolasi hingga Rabu pagi (24/2). Setelah itu, dilaksanakan pertemuan dengan Menlu Thailand. ”Siangnya kembali ke Indonesia,” ungkap Faiza.
Dalam kunjungan singkatnya tersebut, Retno tak hanya membahas isu bilateral dengan Menlu Thailand. Tapi, juga perkembangan di Myanmar, termasuk persiapan pertemuan ASEAN. Special meeting Menlu ASEAN tersebut diselenggarakan untuk membantu mencari solusi terbaik bagi Myanmar setelah kudeta militer.
Indonesia memiliki sikap tegas dan konsisten atas Myanmar bahwa keselamatan dan kesejahteraan rakyat Myanmar adalah hal yang sangat penting, pemulihan transisi demokrasi inklusif, dan pentingnya penghormatan terhadap Piagam ASEAN.
Di sisi lain, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Fatia Maulidiyanti mengatakan, dalam konteks konflik di Myanmar saat ini, pihaknya meminta pemerintah Indonesia melakukan tindakan tegas. Setidaknya menjadi inisiator untuk menindaklanjuti situasi yang terjadi di Myanmar.
Sikap tegas pemerintah atas situasi di Myanmar, kata Fatia, sangat penting. Terlebih posisi Indonesia sebagai Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB dan nonpermanen dari Dewan Keamanan PBB. ”Meski di tatanan ASEAN terdapat prinsip tidak boleh ada intervensi negara lain, di dalam HAM ada prinsip universalitas,” paparnya.
Prinsip universal itu, jelas Fatia, bisa menjadi celah Indonesia dan negara lain untuk melakukan intervensi terhadap situasi di Myanmar. Apalagi, situasi itu terkait dengan pelanggaran HAM atau hal-hal lain yang berpotensi terjadi pelanggaran HAM. ”Pelanggaran HAM itu cukup besar yang mengancam warga (Myanmar, Red),” paparnya.