Dewan Minta Evaluasi Izin Pasar Koblen
Tempati Bangunan Cagar Budaya Tipe C
SURABAYA, Jawa Pos - Rapat dengar pendapat yang membahas izin Pasar Koblen yang berdiri di lahan cagar budaya berlangsung cukup alot. Pemkot dan dewan sama-sama bersikukuh dengan pendapat mereka. Terutama terkait dengan pemanfaatan bangunan cagar budaya untuk sektor perdagangan.
Rapat di ruang Komisi B DPRD Surabaya itu berlangsung hampir dua jam kemarin (25/2). Dari legislatif, hadir Ketua Komisi Luthfiyah, Wakil Ketua Komisi Anas Karno, dan Sekretaris Komisi Mahfudz. Dari pihak Pemkot Surabaya, hadir Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Antiek Sugiharti, Kepala Dinas Perdagangan Wiwiek Widayati, serta Kepala Bagian Hukum Ira Tursilowati. Disbudpar paling banyak mendapatkan pertanyaan karena mereka mengurusi bangunan cagar budaya.
Sekretaris Komisi B DPRD Kota Surabaya Mahfudz menjelaskan, pada UU 11/2010 tentang Cagar Budaya, tidak ada klausul yang membolehkan bangunan cagar budaya bisa dipakai untuk kegiatan usaha perdagangan. Dia pun membacakan pasal 85 yang berbunyi setiap orang dapat memanfaatkan cagar budaya untuk kepentingan agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, dan pariwisata. ”Tidak dijelaskan bahwa cagar budaya boleh dipakai usaha perdagangan jenis apa pun,” papar politikus PKB itu.
Mahfudz meminta agar izin yang sudah diterbitkan untuk Pasar Koblen dievaluasi kembali. Kalau memang menyalahi aturan, pemkot harus berani mencabutnya. ’’Kita tidak masalah pasar baru berdiri. Asal jangan di bangunan cagar budaya,” tuturnya.
Kepala Disbudpar Antiek Sugiharti membenarkan bahwa lokasi yang ditempati Pasar Koblen merupakan cagar budaya. Itu merupakan bekas penjara. ’’Itu cagar budaya tipe C,” terangnya.
Antiek menjelaskan, dulu memang ada aturan yang mengatur pemanfaatan cagar budaya. Namun, aturan tersebut sekarang tidak berlaku. Dia tidak menjelaskan secara detail aturan yang dimaksud. Yang jelas, pemanfaatan bekas penjara Koblen menjadi pasar tidak menyalahi aturan.
Selain itu, berdasar peta tata ruang, lokasi tersebut memang diplot sebagai kawasan perdagangan dan jasa. Karena itu, dalam hearing berikutnya, pemkot meminta agar dinas perumahan rakyat kawasan permukiman cipta karya dan tata ruang (DPRKP CKTR) juga dihadirkan. ’’Untuk pertemuan berikutnya, kami minta ada perwakilan dari cipta karya,” jelasnya.