Pantangannya: Bekerja Berdasar Hafalan
Merawat F-16 bukan perkara sepele. Karena itu, TNI-AU memercayakan urusan tersebut kepada teknisi-teknisi pesawat tempur di Skadron Teknik 042, termasuk upgrade kemampuan pesawat tempur tersebut.
DERETAN F-16 berjejer rapi di hanggar seluas 6.000 meter persegi milik Skadron Teknik 042 Pangkalan Udara (Lanud) TNI-AU Iswahjudi, Madiun, Jawa Timur. Seluruhnya adalah ”pasien” yang tengah membutuhkan sentuhan teknisi-teknisi terbaik TNI-AU.
Pada Selasa (16/2), salah satu jet tempur itu dijemur. Persis di depan hanggar. ”Itu masuk program Falcon Star-eMLU,” ungkap Komandan Skadron Teknik 042 Letkol Tek Tri Nugroho kepada Jawa Pos sambil menunjuk pesawat tersebut.
Falcon Star-eMLU merupakan program TNI-AU yang bertujuan meningkatkan kemampuan F-16 yang mereka miliki. Sejatinya program itu sudah masuk kategori pemeliharaan tingkat berat, bahkan lebih cocok dilakukan pabrikan pesawat tempur asal Amerika Serikat (AS) tersebut. Namun, matra udara mampu melaksanakannya di hanggar skuadron teknik yang memiliki tugas pokok melakukan pemeliharaan atau perawatan tingkat sedang
”Tugas pokok kami adalah melakukan pemeliharaan tingkat sedang untuk pesawat di Lanud Iswahjudi,” ujarnya.
Selain F-16 yang dioperasikan Skadron Udara 3, mereka punya tugas merawat pesawat T-50 Golden Eagle milik Skadron Udara 15 dan pesawat Sukhoi Su-27 di Skadron Udara 14. Tidak tertutup kemungkinan, Tri dan jajarannya juga mendapat kiriman pesawat dari lanud lain untuk diurus di Skadron Teknik 042. Karena itu, cukup banyak teknisi di skuadron yang dia pimpin. Jumlahnya mencapai 170 orang.
Khusus Falcon Star-eMLU, 90 teknisi Skadron Teknik 042 terlibat. Mereka juga dibantu teknisi dari Depo Pemeliharaan (Depohar) 20, Depohar 30, dan Depohar 80. Kemudian, ada juga teknisi dari Skadron Udara 3 dan Skadron Udara 16. Jumlah teknisi yang ditugaskan untuk menggarap pekerjaan tersebut mencapai 120 orang. Total, ada sepuluh unit F-16 yang masuk program tersebut. Dua unit di antaranya sudah selesai di-upgrade, yaitu F-16 ber-tail number TS-1610 dan TS-1601.
Meski pandemi Covid-19 masih terjadi, program itu tetap berlanjut. Tentu protokol kesehatan diterapkan secara ketat. Karena itulah, sistem sif diberlakukan.
Dalam program tersebut, Skadron Teknik 042 kebagian tugas di bidang peningkatan struktur pesawat, sistem kabel, dan tahap terakhir pemeriksaan. ”Kami yang melaksanakan instalasi komponen dan pengecekan dari A sampai Z hingga pesawatnya dinyatakan siap terbang,” ungkapnya.
Lantaran sudah terbiasa merawat F-16, dia dan jajarannya nyaris tidak mengalami kesulitan selama menggarap program Falcon Star-eMLU. Meski begitu, bukan berarti tidak ada kendala sama sekali. Selama bertugas sebagai teknisi F-16 sejak 2002, Tri merasa yang paling sulit diurus adalah sistem kabel. Sebab, ada ribuan kabel di dalam pesawat tempur tersebut. Semua terhubung antara satu bagian dan bagian lain. Sistem kabel di F-16 ibarat sistem saraf manusia. ”Itu yang jadi handicap di pesawat. Menurut saya, kesulitannya paling signifikan,” kata lulusan Akademi Angkatan Udara (AAU) 2001 tersebut.
Di sela-sela keliling hanggar, Tri sempat menunjukkan kabelkabel yang menjuntai dari badan F-16. ”Seperti ini, bayangkan saja gimana ruwetnya,” ucap Tri.
Semua kabel itu dicek satu per satu. Bukan hanya untuk program Falcon Star-eMLU, setiap pesawat F-16 yang merapat ke Skadron Teknik 042 dengan keluhan di sistem kabel sudah pasti membuat dia dan anak buahnya harus bersiap diri untuk bekerja ekstra. Sebab, sering kali penyelesaian pekerjaan itu tidak bisa diestimasi. Berbeda dengan pekerjaanpekerjaan lain. Misalnya, pemeliharaan landing gear system atau hydraulic system. Penyelesaian masalah pesawat tempur di bagian itu bisa diestimasi Tri.
Setiap memegang pesawat untuk dirawat, teknisi Skadron Teknik 042 dan teknisi pesawat-pesawat TNI-AU lainnya memegang satu pakem. Mereka harus selalu mengikuti perintah yang tertuang dalam technical order (TO).
Tri mengakui, serupa dengan teknisi kendaraan lain, teknisi pesawat hafal langkah-langkah yang harus dilakukan setiap kedatangan pesawat untuk diperbaiki. Namun, bekerja berdasar hafalan adalah pantangan bagi mereka.
Dia menegaskan, setiap teknisi pesawat TNI-AU harus bekerja berdasar referensi. ”Kami bekerja harus ada TOnya. Job guide-nya harus kami pegang,” tegasnya. Itu berlaku dari langkah pertama sampai terakhir. Tidak boleh ada satu pun yang mengandalkan hafalan. ”Meski, kami secara otomatis akan hafal,” tambah dia.
Karena ada TO, dia berani berucap tidak pernah merasa sangat sulit mengurus pesawatpesawat tempur TNI-AU. Kecuali urusan kabel. Itu pun tetap bisa diatasi.
Di samping TO, keterampilan khusus yang dimiliki teknisi pesawat TNI-AU juga menjadi kunci. Sebelum berurusan langsung dengan pesawat yang harus dirawat, mereka melalui pendidikan yang cukup panjang. Lamanya bisa mencapai tiga sampai empat tahun. Mulai pendidikan dasar sampai mentoring di skuadron teknik. Belum lagi pendidikan-pendidikan khusus di dalam negeri maupun di luar negeri. Melalui tahapan-tahapan tersebut, mereka ditempa.
Jadi, ketika dihadapkan pada permasalahan-permasalahan yang muncul di pesawat, mereka siap memecahkannya. Menemukan dan mengobati ”penyakit” pada pesawat itu sampai bisa kembali dioperasikan seperti sediakala. Mulai perawatan harian melalui oil engine, perawatan berkala setiap tiga tahun dan enam tahun, hingga perawatan-perawatan dadakan yang kadang kala muncul sebelum waktu pemeliharaan pesawat tiba.
Tri menjelaskan, setiap hari dirinya dan anak buahnya bekerja di hanggar mulai pukul 07.00 sampai pukul 17.00 untuk sif siang. Teknisi yang bertugas pada sif malam melanjutkan tugas yang ditinggalkan teknisi sif siang. Begitu setiap hari. Walau melelahkan, mereka tetap senang. Sebab, sejak memutuskan masuk Angkatan Udara, mereka dibentuk untuk menjadi teknisi. Sangat spesifik pula.
Teknisi yang sejak awal belajar menyelesaikan masalah-masalah di bagian struktur pesawat F-16, misalnya, akan terus ditugaskan mengurus bagian tersebut. Hal itu pula yang dialami Tri. Sejak lulus AAU 2001, dia langsung ditempatkan di bagian teknik yang mengurus
F-16. Kecuali, saat menempuh pendidikan. Urusannya tidak pernah lepas dari pesawat tempur tersebut. Terus-menerus selama bertahun-tahun ditempatkan agar punya kualifikasi mumpuni.
Kini masih ada delapan pesawat F-16 yang harus mereka upgrade. Beberapa pesawat nyaris selesai dan siap kembali terbang. Targetnya, sepuluh unit F-16 selesai di-upgrade pada 2023.
Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Fadjar Prasetyo menyatakan, program Falcon Star-eMLU merupakan hybrid case yang menggabungkan direct commercial sales (DCS) dengan Lockheed Martin dan foreign military sales (FMS) dengan pemerintah AS. Program itu disebut sangat tepat untuk TNI-AU. ”Sebab, dari sana mereka dapat keuntungan besar. Tidak hanya meningkatkan kemampuan F-16 yang signifikan, teknisi-teknisi TNIAU juga bisa belajar langsung,” jelasnya.
Melalui program tersebut, Fadjar mengungkapkan bahwa F-16 yang sudah selesai diupgrade punya struktur yang lebih baik. Usia pakai pesawat juga naik sampai 8.000 equivalent flight hours. Avionic system dan armament system ikut ditingkatkan.
Bukan hanya itu, F-16 yang sudah masuk Falcon Star-eMLU juga punya kemampuan mengunci dan menembak empat target udara secara simultan serta mendapat peningkatan kemampuan beyond visual range dan within visual range dengan advanced weapon. Lebih dari itu, pesawat-pesawat Falcon Star-eMLU mendapat peningkatan signifikan di bagian combat effectiveness. ”Saya merasa bangga dan berbesar hati dengan kemampuan para teknisi Angkatan Udara yang telah berhasil meluncurkan dua pesawat dari program Falcon Star-eMLU,” tutur orang nomor satu di TNI-AU tersebut.