MAKI Ajukan Praperadilan SP3 Kasus Sjamsul Nursalim
ICW Dorong Gugat Perdata Skandal Obligor BLBI
JAKARTA, Jawa Pos – Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghentikan penyidikan kasus obligor bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Sjamsul Nursalim, akan digugat
Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) segera mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman menyatakan tengah menyiapkan materi gugatan praperadilan untuk membatalkan SP3 (surat perintah penghentian penyidikan) kasus Sjamsul Nursalim. Paling lambat, upaya hukum itu akan diajukan akhir bulan ini. ”Kami berharap SP3 ini adalah bentuk
prank dari KPK, tapi ternyata SP3 benar-benar terbit dan diumumkan KPK,” ujarnya kepada Jawa Pos kemarin (2/4).
Boyamin menjelaskan, ada beberapa hal yang melatarbelakangi gugatan praperadilan tersebut. Di antaranya, unsur penyelenggara negara dalam perkara Sjamsul dan Itjih hilang karena mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung telah bebas dari segala tuntutan hukum.
Menurut dia, alasan KPK itu tidak benar. Sebab, dalam surat dakwaan disebutkan, Syafruddin didakwa bersama Dorodjatun Koentjoro-Jakti, mantan menteri koordinator bidang perekonomian. Dengan demikian, meski Syafruddin dinyatakan bebas, unsur penyelenggara negara dalam perkara Sjamsul dan istrinya masih ada. ”Ini sangat memprihatinkan karena KPK lupa ingatan atas surat dakwaan yang telah dibuat dan diajukan ke Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada 2018 itu,” ujarnya.
KPK, lanjut dia, semestinya tidak menjadikan putusan Syafruddin sebagai yurisprudensi. ”Putusan atas seseorang tidak serta-merta berlaku bagi orang lain,” tandasnya.
MAKI punya pengalaman menang gugatan praperadilan atas SP3 terkait kasus dugaan korupsi BLBI dengan tersangka Sjamsul Nursalim pada 2008. Kala itu keputusan SP3 dikeluarkan jaksa agung. Majelis hakim yang mengabulkan permohonan praperadilan MAKI saat itu menyatakan bahwa pengembalian kerugian negara tidak menghapus pidana korupsi.
Di sisi lain, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana meminta KPK segera melimpahkan berkas perkara Sjamsul dan istrinya kepada jaksa pengacara negara. Itu dilakukan agar perkara yang merugikan keuangan negara Rp 4,58 triliun tersebut bisa digugat secara perdata sebagaimana diatur dalam pasal 32 UU Pemberantasan Tipikor. ”Ini penting untuk memastikan pertanggungjawaban Sjamsul Nursalim atas perbuatannya,” kata Kurnia.
Kurnia mengatakan, KPK semestinya melihat bahwa perbuatan Sjamsul dan Itjih berbeda dengan Syafruddin. Kasus Syafruddin, kata dia, menitikberatkan pada tindakan mengeluarkan surat keterangan lunas (SKL) terhadap obligor BLBI. Sementara itu, perbuatan Sjamsul adalah menjaminkan aset yang seolah-olah senilai Rp 4,8 triliun. Padahal, nilainya hanya Rp 220 miliar.
Secara terpisah, Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri menghargai upaya hukum yang ditempuh MAKI. Pihaknya memastikan bahwa penghentian perkara tersebut telah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
Ali menambahkan, KPK tetap membuka diri jika hasil keputusan praperadilan nanti menyebut ada kekeliruan dalam SP3 tersebut. ”Dan jika hakim dengan argumentasi pertimbangannya memutuskan (kasus Sjamsul Nursalim) untuk bisa dilanjutkan, tentu KPK akan melaksanakan putusan tersebut,” tandasnya.