Jawa Pos

469 Ribu Ton Garam di Jatim Tak Terjual

Waspadai Dampak Rencana Impor

-

SURABAYA, Jawa Pos – Sebuah persoalan pelik tengah dialami petani garam di Jawa Timur (Jatim). Hingga saat ini, garam hasil produksi mereka tidak kunjung terserap garagara tidak terjual. Padahal, hingga Maret lalu, stok yang dimiliki petani garam di seluruh wilayah Jatim cukup banyak. Mencapai 469.044,56 ton. Kondisi itu tengah menjadi atensi Pemprov Jatim.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Jatim Moham_ mad Gunawan menjelaska­n, ada beberapa faktor yang mengakibat­kan garam petani tidak terserap. Di antaranya, kualitas dan harga kalah ber_ saing dengam garam impor. ”NaCl-nya masih kalah dari garam impor,” ujarnya.

Karena itu, sejumlah upaya dilakukan agar persentase produk garam yang memenuhi standar NaCl terus meningkat. Dengan begitu, produk garam yang bisa diserap pabrik bertambah. Kualitas garam Jatim dapat bersaing dengan lainnya.

Faktor lain adalah harga petani garam terlalu tinggi. Karena itu, pabrik lebih memilih garam impor. Dia mencontohk­an, harga garam dari Australia sampai di gudang mencapai Rp 600 per kilogram. Garam dari India Rp 400 per kilogram sudah sampai gudang. Garam dari petani di Jatim sekitar Rp 500 per kilogram di tangan petani.

Pabrik masih membutuhka­n biaya untuk pengemasan dan membawa ke gudang. ”Karena itu, produk petani sulit terserap. Ini juga sedang dicarikan solusi,” jelas Gunawan.

Ada beberapa daerah yang menjadi pusat produksi garam di Jatim. Yakni, Tuban, Lamongan, Gresik, Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, Kabupaten dan Kota Probolingg­o, Bangkalan, Sumenep, serta Sampang. Data statistik Kementeria­n Kelautan dan Perikanan (KKP) pada 2018 menempatka­n Sampang sebagai daerah penghasil garam terbesar di Jatim. Yaitu, lebih dari 312 ribu ton. Daerah berikutnya adalah Sumenep dan Pamekasan.

Di sisi lain, pemerintah pusat berencana mengimpor 3 juta ton garam. Garam impor itu diproyeksi­kan untuk kebutuhan industri. ”Ini berbeda dengan garam konsumsi yang diperuntuk­kan konsumsi masyarakat,” terangnya.

Yang patut diawasi adalah oknum yang mengolah garam industri menjadi konsumsi. Dampaknya, persaingan garam petani yang belum terserap pabrik semakin berat. Nasib petani garam semakin terpuruk.

Ketua Komisi B DPRD Jatim Aliyadi Mustofa menuturkan, petani garam butuh perhatian pemerintah. Pada kondisi normal, mereka bekerja bergantung musim. ”Artinya, pendapatan mereka tidak bisa setahun penuh,” katanya.

Dia prihatin stok garam di petani belum terserap. Solusi harus segera dicari. Misalnya, penyediaan teknologi untuk penambakan garam. ”Dengan begitu, mereka tetap bisa produksi setahun penuh,” tutur Aliyadi.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia