Jawa Pos

Ubah Jadi Sabun, Pengharum Ruangan, hingga Lilin

Minyak jelantah, bagi sebagian orang, tergolong limbah. Jadi, jelantah dibuang begitu saja. Namun, di tangan siswi kelas VII SMPN 15 ini, minyak jelantah dapat diolah menjadi benda yang bernilai ekonomis.

-

ELA, sapaan akrab Nathaniela Lenanny Subagio, terlihat berhatihat­i saat mengeluark­an dan memindahka­n sabun dari cetakan hewan. Keringat mengalir di wajahnya. Selain dekat dengan perapian, kondisi di Surabaya Utara, Jalan Kalilom Lor Indah Gang Mawar, kemarin siang (2/4) cukup panas.

Siswa 13 tahun itu bercerita. Dia mengerjaka­n proyek tersebut untuk lomba Pangeran dan Putri (PangPut) Lingkungan Hidup Tunas Hijau 2021. Dia mengaku mendapat inspirasi dari orang tua dan gurunya saat duduk di bangku sekolah dasar.

Selain itu, ide tersebut merupakan bagian dari semangat untuk mengurangi dan mengolah limbah domestik. ”Soalnya, di SD dulu juga ikut lomba PangPut. Lomba sekarang masuk sesi ketiga,” ceritanya sembari memindahka­n beberapa lilin.

Ela mengakui, proses mendapatka­n minyak jelantah itu gampanggam­pang susah. Awalnya, dia berkelilin­g ke rumah tetangga dan saudara untuk meminta minyak bekas penggoreng­an tersebut.

Setelah terkumpul sekitar 13 kilogram minyak jelantah (mijel), dia tak langsung mengolahny­a. Tapi, menjualnya ke Bank Sampah Kota Surabaya. Debit pertama mendapatka­n Rp 88 ribu yang digunakan untuk mendanai produksi. Sebagian dana tersebut, kata dia, juga disumbangk­an ke Tunas Hijau untuk dana kebencanaa­n.

Pada debit kedua, dia memperoleh Rp 92.300 dari bank Sampah Surabaya setelah menjual mijel sebesar 16,78 kilogram. Karena dananya dianggap cukup, produksi dimulai.

Untuk produksi kali pertamanya, dia mengaku belajar dari buku dan internet. ”Dibantu sama mama untuk buat kampanye. Sama mencari nasabah dari tetangga dan penjual makanan ringan di kampung,” ungkapnya.

Dia menjelaska­n, proses mendapatka­n nasabah juga tak berjalan mulus. Dia, harus berkelilin­g bersosiali­sasi menawarkan proyek tersebut ke pedagang. Agar para pedagang mau mijelnya dibeli. Ela membuat skema tabungan minyak jelantah yang semua aktivitasn­ya tercatat. Harga per liternya sebesar Rp 3.000.

”Jadi, mijelnya kami beli per 5 liter. Nanti, masuk buku tabungan,” jelas alumnus SDN Tanah Kali Kedinding 1 tersebut. ”Nah, Setelah diolah, jadi barang dan terjual. Uangnya bisa diambil oleh nasabah kapan pun dia mau,” imbuhnya.

Meski demikian, ada pedagang yang tidak mau mijelnya dibeli. Sebab, dia sudah punya kontrak dengan orang lain yang juga jadi pengepul mijel.

Meskipun baru berjalan dua bulan, Ella yakin upayanya itu dapat mengurangi pencemaran lingkungan, menekan kerusakan ekosistem air, mencegah tersumbatn­ya drainase, dan menjaga tanah agar tetap subur. Sebab, tidak sedikit pedagang yang membuang minyak jelantah ke dalam saluran.

”Ada juga yang setelah dipakai itu ditambahka­n minyak yang baru lagi. Kan kurang tepat juga untuk kesehatan,” tuturnya. selama dua bulan berjalan, progres sudah dapat dirasakan nasabahnya. Dia mengaku, ada nasabah yang dapat mengambil dana tabungan minyak jelantah itu sebesar Rp 55 ribu.

 ?? AZAMI RAMADHAN/JAWA POS ?? HARUS TELATEN: Ela menunjukka­n sebagian lilin yang diolahnya dari minyak jelantah.
AZAMI RAMADHAN/JAWA POS HARUS TELATEN: Ela menunjukka­n sebagian lilin yang diolahnya dari minyak jelantah.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia