Jawa Pos

Tante-Keponakan Berebut Warisan

-

SURABAYA, Jawa Pos – Sulipah dan anaknya, Yusuf Tetriyanto, digugat dua keponakann­ya, Martaruli Johandri dan Marince Arnis Susanti, di Pengadilan Agama Surabaya. Keduanya adalah anak almarhum Wachid, kakak Sulipah. Mereka berkeberat­an dengan Sulipah yang menghibahk­an tanah seluas 84 meter persegi di Jalan Ketintang Lama II, Wonokromo, kepada Yusuf.

Hibah tanah ibu kepada anaknya itu berdasar akta hibah bangunan dan peralihan hak atas tanah yang dibuat di hadapan notaris pada 9 Januari 2018. Sulipah mengaku tanah tersebut didapat dari warisan almarhum bibinya, Muntoiyah, dengan bukti surat pernyataan hak milik rumah yang dibuat 16 Mei 1982. Muntoiyah semasa hidup tidak punya anak. Sulipah dan Wachid adalah anak almarhum Moeslimah, adik Muntoiyah.

”Sulipah mengaku dapat hibah dari Muntoiyah seluas 3.626 meter persegi. Sebagian dihibahkan ke anaknya, Yusuf. Hibah dari Sulipah ke Yusuf ini yang kami gugat,” ujar Sutarjo, pengacara Martaruli dan Marince.

Martaruli dan Marince tidak bisa menerima pengakuan sepihak tersebut. Mereka menyatakan bahwa tanah itu termasuk objek sengketa yang ber-status quo. Sebab, tanah itu adalah bagian dari 3.626 meter persegi yang belum pernah dibagi kepada para ahli waris.

Mereka juga mempermasa­lahkan surat pernyataan hak milik rumah yang dianggap telah dibuat tidak sesuai dengan hukum. ”Muntoiyah tidak teken surat pernyataan itu. Versi kami, surat hibah ya surat hibah yang dibuat di hadapan notaris, bukan surat pernyataan,” ucapnya. Kedua penggugat meminta akta hibah tanah dari Sulipah ke Yusuf dibatalkan.

Sulipah berkeberat­an dengan klaim dua keponakann­ya. Perempuan 67 tahun tersebut merasa tanah itu sudah menjadi bagian warisan yang didapatkan­nya dan berhak dihibahkan kepada anaknya. Pengacara Sulipah, Nur Habib, menyatakan, surat tanda hak milik atas tanah itu sudah sah. Sebab, surat tersebut dibuat sepengetah­uan camat Wonokromo dan sudah disetujui tiga saudara kandung Muntoiyah.

”Sulipah langsung ditunjuk Muntoiyah sebagai penerima hibah secara lisan dan ada saksi-saksi. Muntoiyah tidak tanda tangan karena sudah formatnya. Tapi, itu sudah diakui dan sah,” ucapnya.

Sulipah ketika itu diberi amanah Muntoiyah untuk membagi-bagikan tanah seluas 3.626 meter persegi kepada saudarasau­daranya yang menjadi ahli waris ibunya tersebut. Salah satunya almarhum Chamid, ayah Martaruli dan Marince, yang pada 1986 mendapat hibah tanah seluas 1.248 meter persegi.

”Tanah seluas 3.626 meter persegi tersebut sudah dibagikan semua kepada yang berhak sesuai dengan amanah almarhum Muntoiyah,” katanya. Menurut Habib, Sulipah berhak menghibahk­an tanah seluas 84 meter persegi itu kepada anaknya, Yusuf, karena tanah tersebut sudah menjadi haknya.

Majelis hakim PA Surabaya yang diketuai Bua Eva Hidayah pada Kamis lalu (25/3) menolak gugatan Martaruli dan Marince. Berdasar bukti-bukti dan keterangan saksi-saksi, majelis hakim berpendapa­t bahwa tanah itu milik Sulipah yang dihibahkan kepada Yusuf. Martaruli dan Marince mengajukan banding.

 ?? DIMAS MAULANA/JAWA POS ?? BANDING: Lahan yang kini dibangun rumah menjadi objek sengketa warisan.
DIMAS MAULANA/JAWA POS BANDING: Lahan yang kini dibangun rumah menjadi objek sengketa warisan.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia