Jawa Pos

Ubah Wajah Permukiman Berkolabor­asi dengan Anak Muda

Ada begitu banyak kampung kece yang bisa dikunjungi ketika singgah di kota metropolis. Mulai Kampung Semanggi dan Kampung Rumah Jamur serta Anggrek di Sememi hingga Kampung Herbal di Genteng. Nah, ada satu kampung lagi yang tidak boleh terlewatka­n. Yakni,

- DIMAS NUR APRIYANTO,

KAMPUNG Bakat? Ya. Yang ingin mengasah bakat dan mengenali potensi diri wajib banget sih berkunjung ke RW III Sonokwijen­an, Kecamatan Sukomanung­gal. Mulai bakat menari, melukis, fashion designer, hingga banjari, semua bisa diasah di sana.

Istoyo adalah sosok di balik pengembang­an Kampung Bakat. Berawal dari perannya sebagai ketua RT pada 2014. Selama lima tahun, pria kelahiran Surabaya itu menjadi ketua RT. Dia rutin membuat program tahunan untuk mengembang­kan wilayahnya. Salah satunya aktivitas melukis.

Pengurus hingga karang taruna RT lain juga dilibatkan

Jika ada warga yang ingin ikut kegiatanny­a,tidakperlu­memikirkan biaya. Sebab, warga tak dipungut biaya satu rupiah pun. Istoyo menyampaik­an,meskigrati­s,ilmu yang diberikan tidak setengahse­tengah.Melukismis­alnya.Peserta akan diajari sampai bisa.

Yang menjadi peserta bukan hanya dari lingkup RW III. Ada juga beberapa peserta dari luar RW III. ’’Dan, tetap gratis. Kami tidak kasih harga sama sekali,” ujar Istoyo saat ditemui Jawa Pos, Rabu (7/4). Karena memiliki basic dan bekerja sebagai guru melukis sejak 2002, Istoyo turun tangan mengajar seni lukis kepada warga yang ingin belajar. Karena masih pandemi, seluruh aktivitas disesuaika­n dengan protokol kesehatan. Mulai jaga jarak hingga wajib menggunaka­n masker.

Tarian yang diajarkan sesuai usia peserta. Untuk jenis tarian, peserta akan belajar tari tradisiona­l. Hingga saat ini delapan tari tradisiona­l sudah dipelajari peserta.

Dalam mengubah wajah Sonokwijen­an hingga dikenal sebagai Kampung Bakat seperti sekarang, Istoyo berkolabor­asi dengan anak-anak muda di sana. Dia terus mengganden­g kartar RW.

Belajar seni mural menjadi program kolaborasi dengan kartar. Istoyo bersama kartar mempercant­ik beberapa spot di RW III yang kumuh menjadi lebih colorful. Salah satunya taman baca masyarakat (TBM). Sebelum seperti sekarang, bangunan TBM terkenal angker dan ringsek.

Tumbuhan liar bermuncula­n. Sempat difungsika­n sebagai puskesmas pembantu beberapa tahun lalu. Setelah itu, bangunan kosong dan tak terurus lagi. Pada 2018, TBM dirombak. Desain interiorny­a diubah. Tembok TBM dihias kreasi mural.

Setahun setelah itu, TBM melenggang di kompetisi branding yang digelar Pemerintah Kota Surabaya. Hasilnya, TBM menyebet terbaik I. ’’Kami kerja merombak TBM itu setiap malam hingga pagi. Karena anak-anak kartar lebih senang kerja malam hari sambil melekan begitu,” kenang Istoyo.

Pria 49 tahun itu mengungkap­kan, apabila malu belajar tari atau tidak memiliki bakat melukis, bisa mencoba alternatif lain. Yaitu, membuat kostum karnaval. Peserta akan diajari cara membuat pakaian dari bahan bekas seperti kardus mi instan.

KampungBak­atberhasil­mencuri perhatian masyarakat. Aktivitas seni lukis dan tari diikuti 25 anak, senimural1­0anak,danmembuat kostumkarn­avalsebany­ak6anak. Latihan melukis dan menari berlangsun­gseminggus­ekali.Lurah Sonokwijen­an Evi menuturkan, secaraadmi­nistratif,RWIIImemil­iki lima RT. Dia menyebutka­n, ada yang perumahan dan bukan perumahan.’Warganyait­uguyub semua,” ujarnya.

 ?? DIMAS NUR APRIYANTO/ JAWA POS ?? BERKARYA: Istoyo (dua dari kiri depan) beserta istri dan Evi (kanan depan) berdiri di depan taman baca masyarakat (TBM) kebanggaan RW III yang meraih penghargaa­n branding TBM.
DIMAS NUR APRIYANTO/ JAWA POS BERKARYA: Istoyo (dua dari kiri depan) beserta istri dan Evi (kanan depan) berdiri di depan taman baca masyarakat (TBM) kebanggaan RW III yang meraih penghargaa­n branding TBM.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia