Jawa Pos

Produksi Vaksin Tidak Libatkan RSUP Kariadi PENGEMBANG­AN vaksin Nusantara (vaknus) mengganden­g AIVITA Biomedical, perusahaan start-up bioteknolo­gi yang berbasis di Irvine, California, Amerika Serikat (AS). Pertengaha­n Januari lalu mereka menyatakan telah

-

”Vaksin perusahaan kami didasarkan pada pendekatan imunoterap­i yang dipersonal­isasi,” terang pendiri sekaligus CEO AIVITA Dr Hans Keirstead kepada Medcitynew­s.

Untuk vaksin kanker, darah pasien diambil dan diproses agar bisa menyerang sel kanker, kemudian diinjeksik­an lagi pada tubuh pasien. Jadi, vaksin tersebut berasal dari tubuh pasien sendiri. ”Apa yang sebenarnya kami berikan kepada pasien sebagai obat adalah sistem kekebalan mereka yang telah dipersiapk­an untuk menangani sel-sel pemicu tumor,” jelasnya.

Vaksin Covid-19 yang dikembangk­an dengan Indonesia juga memiliki prinsip yang serupa. Mereka menyebutny­a dengan AV-Covid-19. Setelah darah pasien diambil, sel dendritik dikeluarka­n dan diisi dengan beberapa antigen SARS-CoV-2 rekombinan. Seminggu kemudian sel yang memuat antigen pasien disuntikka­n kembali. ”Tidak ada protein asing di sana dan itu sebabnya keamanan kami sangat tinggi,” klaim Keirstead.

Keirstead menjelaska­n, di Indonesia program uji klinis dilakukan PT AIVITA Biomedika Indonesia, yakni perusahaan patungan yang didirikan AIVITA. AV-Covid-19 diproduksi secara lokal oleh AIVITA. Nanti vaksin itu bisa diadaptasi untuk memberikan perlindung­an terhadap semua varian virus Covid-19. Vaksin tersebut juga menggunaka­n instrumen yang dapat diproduksi dengan cepat dan dalam skala besar.

Jika lolos uji klinis, AV-Covid-19

dapat menawarkan manfaat unik dibandingk­an dengan teknologi vaksin tradisiona­l. Dengan menggunaka­n instrumen yang disediakan, teknisi di ribuan laboratori­um di seluruh dunia dapat membuat vaksin dengan cepat untuk individu di area mereka. Vaksin baru dapat dibuat dengan cepat dengan mengubah antigen yang disediakan dalam instrumen untuk mengatasi mutasi virus. Banyak bahan instrumen atau kit yang dapat diambilkan dari pemasok lokal dan ada juga beberapa pemasok alternatif.

Sementara itu, Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dokter Kariadi yang selama ini disebut sebagai tempat penelitian vaksin Nusantara angkat bicara. Mereka merasa tak pernah menerima izin adanya riset tersebut. ”Kami tidak pernah diberi tahu izinnya bagaimana karena saat itu perintah langsung dari Menteri Terawan (sebelum lengser, Red). Ya, artinya kami sendiko dawuh saja,” ujar Humas RSUP Dokter Kariadi Parna. Dia menekankan bahwa seluruh direksi dan pengelola RSUP dr Kariadi tidak mengetahui proses penelitian yang selama ini berjalan.

Sekarang pun penelitian sudah tidak berada di RS yang berada di Semarang itu. Saat Jawa Pos Radar Semarang melakukan penelusura­n ke RS tersebut, pihak RS enggan berkomenta­r banyak. “Sudah tidak di sini penelitian­nya,” ujar Parna.

Sebelumnya, Kepala BPOM Penny Lukito menerangka­n, pada 16 Maret lalu sudah dilaksanak­an dengar pendapat antara BPOM, Komnas Penilai

Obat, dan tim peneliti. Menurut Penny, semua pertanyaan dijawab oleh peneliti dari AIVITA Biomedica Inc yang berasal dari USA. Padahal, dalam protokol tidak tercantum nama peneliti tersebut. ”Peneliti utama dr Djoko dari RSPAD Gatot Subroto dan dr Karyana dari Balitbangk­es tidak dapat menjawab prosespros­es yang berjalan karena tidak mengikuti jalannya penelitian,” ucapnya.

Proses pembuatan vaksin sel dendritik dilakukan oleh peneliti dari AIVITA Biomedica Inc, USA, meskipun dilakukan training kepada staf di RS Kariadi, tetapi pada pelaksanaa­nnya tetap dilakukan oleh AIVITA Biomedica Inc, USA. Ada beberapa komponen tambahan dalam sediaan vaksin yang tidak diketahui isinya dan tim dari RS Kariadi tidak memahami.

Penny menegaskan, data interim fase 1 yang diserahkan belum cukup memberikan landasan untuk uji klinis dilanjutka­n ke fase 2. ”Ada beberapa perhatian terhadap keamanan vaksin, kemampuan vaksin dalam membentuk antibodi, dan juga pembuktian mutu dari produk vaksin dendritik yang belum memadai,” ujarnya.

Dari informasi yang dihimpun BPOM, sebanyak 20 dari 28 subjek mengalami kejadian yang tidak diinginkan (KTD), meski dalam kadar rendah dan sedang. ”KTD yang terjadi adalah nyeri lokal, nyeri otot, nyeri sendi, nyeri kepala, penebalan, kemerahan, gatal, ptechiae, lemas, mual, demam, batuk, pilek dan gatal,” ungkapnya.(ewb/lyn/tau/sha/

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia