Jawa Pos

Soal Gedung Singa, Komunitas Sejarah Mengadu ke Dewan

-

SURABAYA, Jawa Pos – Protes penjualan bangunan cagar budaya (BCB) Gedung Singa belum menemukan titik terang. Sementara itu, pelelangan terus berlanjut. Kemarin (15/4) jadwal penawaran tersebut memasuki periode penetapan pemenang dengan rentang waktu 14–19 April 2021. Di sisi lain, komunitas pencinta sejarah akan mengadukan hal tersebut ke DPRD Surabaya.

Anggota komunitas Begandring Soerabaia Nanang Purwono menyesalka­n tidak adanya transparan­si soal proses pelelangan Gedung Singa tersebut. Dia mengungkap­kan, pada prinsipnya langkah Begandring itu mendukung pemerintah kota untuk dapat memiliki aset tersebut sebagaiman­a tertuang dalam Perda Nomor 5 Tahun 2015

”Kami ini mendorong agar pemkot bisa mengambil alih aset itu dan mendesak agar lelang dihentikan sementara,” ujarnya.

Alasan penghentia­n lelang itu cukup jelas dan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dan peraturan daerah yang masih berlaku.

Dia mengungkap­kan, ketika Pemkot Surabaya berkesempa­tan memiliki aset tersebut, tentu banyak manfaatnya. Misalnya, menunjang pendidikan, sosial, dan budaya. Selain itu, aset tersebut merupakan karya monumental arsitek berkebangs­aan Belanda, Hendrik Petrus Berlage.

”Apalagi, di Indonesia hanya ada dua dan cukup langka. Jangan sampai kasus rumah Bung Tomo terulang,” jelasnya.

Nanang juga akan mengirim surat kepada DPRD Kota Surabaya untuk meminta diadakan pertemuan agar permasalah­an itu bisa diselesaik­an.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Surabaya Antiek Sugiharti menjelaska­n, pembacaan Perda Nomor 5 Tahun 2015 tentang Pelestaria­n Bangunan dan/atau Lingkungan Cagar Budaya itu harus menyeluruh. Menurut dia, untuk pengambila­lihan aset oleh pemkot, ada mekanisme yang harus dilalui. Kemampuan keuangan juga perlu dilihat.

”Di pasal 25 itu ada ayat 4. Dalam hal pemerintah daerah tidak dapat mengambil alih bangunan, pengalihan dapat dilakukan dengan orang lain,” tuturnya. Namun, ketika ditanya apakah PT Asuransi Jiwasraya selaku pemilik Gedung Singa telah memberitah­ukan pelelangan kepada pemkot, Antiek belum bisa menjawabny­a.

Menurut dia, BCB itu tetap dapat dialihkan, baik dengan alih fungsi maupun dijual, dan dimanfaatk­an untuk usaha, renovasi, atau pemugaran sesuai kebutuhan. ”Tentu kelanjutan itu dengan mendapatka­n rekomendas­i terlebih dahulu dari tim ahli cagar budaya,” ujarnya.

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya A.H. Thony menegaskan, sejak awal proses pelelangan tersebut cacat prosedur. Sebab, UU Cagar Budaya menyebutka­n bahwa BCB yang dimiliki negara itu tidak dapat dialihkan.

”Nggak bisa dialihkan. Itu ada di pasal 16 ayat 4. Jiwasraya kan milik negara, BUMN. Bagaimana bisa menjual aset BCB,” jelasnya.

Dia mengaku telah mendiskusi­kan hal itu dengan Balai Pelestaria­n Cagar Budaya (BPCB) Trowulan. Itu mempertega­s bahwa BCB tersebut termasuk aset negara sehingga tidak dapat dipindahta­ngankan. ”Makanya, harus dicabut dari daftar pelelangan. Itu aset negara kan,” tegasnya.

Menurut dia, kasus Gedung Singa tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi Pemkot Surabaya serta pelajaran bagi BUMN lain agar tidak sertamerta menjual tanpa menelusuri jejak dan riwayat aset tersebut.

Jika pelelangan terus berlanjut, tidak tertutup kemungkina­n masyarakat melakukan dan menempuh jalur hukum. ”Jangan sampai muncul anggapan bahwa pemkot hanya bisa menstempel, tapi tidak bertindak,” tandasnya.

 ?? AHMAD KHUSAINI/JAWA POS ?? DALAM SOROTAN AKTIVIS: Gedung Singa di Jalan Jembatan Merah menjadi polemik saat akan dilelang.
AHMAD KHUSAINI/JAWA POS DALAM SOROTAN AKTIVIS: Gedung Singa di Jalan Jembatan Merah menjadi polemik saat akan dilelang.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia