Dewan Soroti Capaian BPB Linmas
Terutama Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana
SURABAYA, Jawa Pos - Kinerja badan penanggulangan bencana dan perlindungan masyarakat (BPB linmas) menjadi sorotan dalam pembahasan laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPj) wali kota kemarin (15/4). Salah satunya terkait dengan program kesiapsiagaan menghadapi bencana. Serapannya di bawah 50 persen.
Pada 2020, BPB linmas mendapat alokasi anggaran Rp 261 juta untuk peningkatan kapabilitas kesiapsiagaan menghadapi bencana. Yang mampu diserap hanya 41 persen atau Rp 107 juta. Pandemi Covid-19 menjadi alasan tidak maksimalnya pelaksanaan program tersebut.
Kepala BPB Linmas Surabaya Irvan Widyanto memahami bahwa program tersebut sangat penting. Namun, pandemi Covid-19 membuat pelaksanaannya tidak maksimal. ’’Kenapa berkurang? Karena ada refocusing kegiatan dan anggaran. Jadi, yang selama ini digelar tatap muka sekarang pelatihannya daring (dalam jaringan, Red),’’ kata Irvan menjawab pertanyaan pansus LKPj kemarin.
Meski demikian, programprogram kesiapsiagaan menghadapi bencana tetap disiapkan dengan matang. Pihaknya sudah menggandeng Badan SAR Nasional (Basarnas) dan ahli kebencanaan dari ITS (Institut Teknologi Sepuluh Nopember) untuk memetakan kawasan rawan bencana.
Ketua Pansus LKPj Anas Karno menilai, capaian kinerja BPB linmas secara umum cukup bagus. Dari total anggaran Rp 56 miliar, yang sudah terserap mencapai Rp 54 miliar atau 95 persen. ’’Sudah cukup bagus. Hanya masalah-masalah teknis yang harus ditingkatkan,’’ jelas wakil ketua Komisi B DPRD Kota Surabaya itu.
Namun, Anas juga memberikan catatan secara khusus terkait penanganan pandemi Covid-19. Dia menyarankan agar penindakan selama masa pemulihan ekonomi itu diubah. Tindakan-tindakan represif harus dikurangi. Yang harus dikedepankan adalah penindakan yang lebih humanis. Sebab, para pelaku usaha, baik yang berskala kecil, menengah, maupun besar, harus diberi ruang relaksasi agar bisa menjalankan usahanya dengan nyaman. ’’Dampak positifnya, perekonomian daerah bisa pulih secara bertahap,’’ jelas dia.
Sementara itu, Sekretaris Pansus LKPj Mahfudz berharap dewan dilibatkan dalam asesmen untuk pembukaan RHU. Dia menyayangkan pelaksanaan proses asesmen yang tidak melibatkan lembaga legislatif. Seharusnya, dewan tetap dilibatkan. Minimal mereka diberi laporan hasil asesmen sebagai bagian dari menjalankan fungsi pengawasan. ’’Nanti kalau ada apa-apa dan kita tidak tahu, jadi disalahkan orang,’’ kata politikus PKB itu.
Berdasar SOP (standard ope
rating procedure) bagi RHU, pemilik usaha wajib membentuk satgas mandiri. Nah, Mahfudz meminta agar satgas mandiri yang dibentuk diberi pelatihan lebih dulu. Sebab, dalam menegakkan disiplin prokes (protokol kesehatan), ada standarstandar yang harus dipenuhi agar keamanan tempat lebih terjamin.
Selain itu, dia meminta agar proses asesmen tidak hanya diberlakukan bagi RHU. Sebab, sejatinya semua tempat memiliki potensi yang sama terkait risiko persebaran Covid-19.