Pemenang Lelang Proyek Konstruksi Stem Cell RSUD Tak Bayar Rekanan
Pekerjaan Selesai 100 Persen
SURABAYA, Jawa Pos – Sarif Sarifulloh didakwa menggelapkan uang proyek di RSUD dr Soetomo. Jaksa penuntut umum Suwarti dalam dakwaannya menyatakan, terdakwa yang menjabat direktur PT Berkah Multi Media (BMM) awalnya mendapatkan pekerjaan pengadaan dan instalasi sandwich panel antibacterial di proyek pembangunan konstruksi fisik bank jaringan atau stem cell. Nilainya Rp 9,1 miliar.
Terdakwa Sarif lantas menemukan perusahaan yang dapat mendukung pekerjaan tersebut. Yakni, PT Bondor Indonesia (BI) yang direkturnya Haris Gunarso. PT BMM memesan barang sekaligus pemasangan atau instalasi ke PT BI. Harga material barangnya Rp 1,4 miliar dan biaya instalasinya Rp 198 juta.
Setelah sepakat, terdakwa yang mewakili PT BMM menandatangani kontrak kerja sama dengan PT BI untuk pengadaan material sandwich panel sekaligus instalasinya. Terdakwa membayar uang muka 30 persen dari nilai kontrak Rp 1,4 miliar sebagaimana perjanjian. Yakni,
Rp 442 juta. Selain itu, uang muka 30 persen dari nilai instalasi Rp 59,4 juta. Dengan begitu, masih sisa Rp 924,8 juta yang belum dibayar.
”Atas pembayaran uang muka yang dilakukan terdakwa, PT BI mengerjakan pemasangan sandwich panel antibacterial,” ujar jaksa Suwarti dalam sidang di Pengadilan Negeri Surabaya.
Pekerjaan itu beres. PT BI menagih sisa pembayaran ke PT BMM. Namun, terdakwa menyatakan bahwa akan melunasi sisa pembayaran setelah serah terima dan pembayaran dari rumah sakit. Namun, setelah pihak rumah sakit membayarnya, terdakwa tidak menyerahkan ke PT BI. ”Tanpa seizin dari PT BI, terdakwa menggunakan uang yang diterima dari RSUD dr Soetomo untuk kepentingan terdakwa sendiri,” ujar jaksa Suwarti.
Uang yang sudah dibayarkan pihak rumah sakit justru digunakan terdakwa untuk membayar utang-utangnya di bank. Pembayaran yang diterima pada 13 Desember 2017 digunakan untuk pembayaran di bank secara bertahap. Antara lain, pada 14 Desember senilai Rp 1,6 miliar, 15 Desember Rp 156 juta, dan 18 Desember 2017 senilai Rp 155 juta.
Uang pembayaran yang diterima pada 28 Desember 2017 juga digunakan untuk melunasi utang di bank. Yakni, pada 2 Januari 2018 digunakan untuk melunasi utang Rp 1,5 miliar di bank beserta bunga Rp 8,7 juta. Pada tanggal yang sama juga untuk melunasi utang di bank berbeda senilai Rp 1,7 miliar.
Uang dari pihak rumah sakit sudah habis tak tersisa. Padahal, sesuai perjanjian kontrak, terdakwa harus melunasi pembayaran setelah pekerjaan selesai 100 persen dan dapat digunakan. Namun, uang yang dibayarkan terdakwa tidak sampai 50 persen. Terdakwa telah melanggar perjanjian yang dibuatnya. Jaksa Suwarti mendakwa Sarif dengan pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
Sementara itu, pengacara terdakwa, Sulton Miladianto, mengajukan eksepsi terhadap dakwaan jaksa. Dia meyakini perkara tersebut sebenarnya perdata, bukan pidana. Alasannya, ada perjanjian antara PT BMM dan PT BI. PT BMM juga sudah membayar 50 persen. ”Tapi, karena pandemi ada masalah keuangan. Yang 50 persen lagi klien kami mengajukan restrukturisasi, tetapi PT Bondor tidak berkenan kalau pembayaran dicicil akhirnya melaporkan pidana,” kata Sulton.
Selain itu, perkara tersebut seharusnnya tidak disidangkan di PN Surabaya. Sebab, negosiasi perjanjian di Bekasi dan ditandatangani di Bogor. Semua saksi yang akan dihadirkan juga berdomisili di Jakarta. ”Padahal kan menurut KUHAP seharusnnya di pengadilan yang paling dekat dengan domisili saksi-saksi,” ujarnya.