Gentong di MAL Ditetapkan sebagai Cagar Budaya
LAMONGAN, Jawa Pos – Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Trowulan menetapkan sepasang gentong dan watu pasujudan atau prasasti di pelataran Masjid Agung Lamongan (MAL) sebagai benda cagar budaya. Surat penetapan tersebut diteken sejak Februari lalu.
Kabid Kebudayaan Disparbud Lamongan Miftah Alamudin menyatakan, pengajuan penetapan status cagar budaya berdasar data dan kajian sejarahnya. ”BPCB meminta beberapa benda, bangunan, atau situs yang datanya sudah kuat bisa direkomendasikan dan ditetapkan sebagai cagar budaya,” katanya kepada Jawa Pos
Radar Lamongan kemarin (18/4). Menurut Udin, sapaannya, salah satu manfaat ditetapkannya benda, bangunan, atau situs bersejarah sebagai cagar budaya adalah memiliki kekuatan hukum. Terutama jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
”Selain itu, Pemkab Lamongan bisa melindungi cagar budaya tersebut. Jika ada perusakan secara ilegal atau pencurian, ada landasan dan payung hukumnya. Karena tujuan utama penetapan untuk perlindungan,” terangnya. Sepasang gentong dan batu persegi yang dinamakan watu pasujudan menjadi salah satu ikon MAL.
Banyak yang mengira gentong tersebut sama halnya dengan padasan atau tempat penampungan air wudu yang terbuat dari tanah liat. Hingga sekarang, benda yang diyakini mahar Panji Laras dan Panji Liris untuk mempersunting Putri Andansari dan Putri Andanwangi dari Kerajaan Kediri itu masih difungsikan. Setiap hari petugas takmir membersihkan serta mengisi air ke dalam gentong tersebut.
Bentuk ujung dua watu pasujudan berbeda. Di selatan, ujung batunya membentuk segitiga. Di sisi utara, ujung batunya berbentuk bulat. ”Seperti batu nisan antara pria dan wanita yang berbeda. Begitu juga watu pasujudan ini yang ujungnya segitiga sebagai lambang pria dan bulat sebagai lambang wanita,” imbuh Sekretaris MAL Moch. Yunani.