Menkes-BPOM Restui Riset Vaksin Sel Dendritik RSPAD
Tak Lagi Gunakan Nama Vaksin Nusantara Unair-Biotis Masuk Fase Uji Praklinis ke Hewan
JAKARTA, Jawa Pos – Pemerintah berusaha meredakan riuh polemik Vaksin Nusantara. Kemarin (19/4) tiga pejabat menandatangani kesepakatan di Mabes TNI-AD, Jakarta
Mereka adalah Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa, serta Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito.
Penandatanganan kesepakatan itu disaksikan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy. Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Letjen TNI Albertus Budi Sulistya menyatakan, penelitian sel dendritik yang lebih dikenal masyarakat dengan sebutan Vaksin Nusantara tersebut berubah status menjadi penelitian berbasis pelayanan. ’’Jadi, penelitian riset berbasis pelayanan menggunakan sel dendritik,’’ imbuhnya.
Lewat kesepakatan yang ditandatangani kemarin, penelitian yang digagas eks Menkes Terawan Agus Putranto itu dipastikan harus memedomani kaidah penelitian sesuai peraturan. Sifatnya juga autologus atau hanya digunakan untuk diri pasien dan tidak dapat dikomersialkan. Dengan begitu, tidak diperlukan persetujuan izin edar.
Budi menyatakan, penelitian tersebut serupa dengan penelitian sel dendritik sebelumnya. ’’Yang orang lebih kenal istilah kerennya, yang masyarakat anggap sebagai Vaksin Nusantara,’’ imbuhnya. Tujuannya pun tetap. Memanfaatkan sel dendritik untuk meningkatkan imunitas terhadap Covid-19. TNI sebagai institusi yang membawahkan RSPAD Gatot Soebroto pun memastikan dukungan terhadap setiap upaya yang dilakukan dalam menanggulangi pandemi Covid-19.
Direktur Pelayanan Kesehatan (Diryankes) RSPAD Gatot Soebroto Brigjen TNI Nyoto Widyo Astoro menyatakan bahwa sel dendritik sudah dipakai untuk pengobatan kanker. Dari sana, dicoba untuk dikembangkan menjadi ’’senjata’’ melawan Covid-19. Dia tidak menampik terkait gejala-gejala yang muncul seperti dijelaskan BPOM. Namun, dia memastikan gejala-gejala tersebut bisa ditangani. ’’Artinya, itu adalah efek samping, ya tapi bisa diatasi,’’ imbuhnya.
Menurut Nyoto, semua itu juga dilaporkan kepada BPOM. Tidak ditutupi tim yang meneliti sel dendritik. ’’Karena itu mengenai penelitian terhadap manusia. Jadi, akan dilaporkan kepada BPOM,’’ kata dia. BPOM pula yang nanti menilai laporan itu. Dapat ditoleransi atau tidak gejala tersebut, semua dinilai BPOM. Dia menegaskan lagi, penelitian yang dilaksanakan di BPOM bukan pindahan dari Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr Kariadi, Semarang. ’’Bukan dipindah atau tidak dipindah,’’ ujarnya.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen TNI Achmad Riad bersama Wakil Kepala RSPAD Gatot Soebroto Mayjen TNI Lukman Ma’ruf serta Kepala Pusat Kesehatan (Kapuskes) TNI Mayjen TNI Tugas Ratmono menyatakan bahwa Vaksin Nusantara bukan program TNI. Meski begitu, pihaknya tetap memberikan dukungan terhadap program tersebut.
Dukungan itu, kata Riad, tetap diberikan sesuai dengan komitmen pemerintah yang juga selalu mendukung setiap upaya melawan Covid-19. ’’Maka, TNI akan selalu mendukungnya. Dengan catatan telah memenuhi kriteria dan persyaratan yang ditetapkan Badan Pengawas Obat dan Makanan,’’ tegas jenderal bintang dua TNI-AD tersebut. Salah satu bentuk dukungan yang diberikan adalah menggunakan RSPAD Gatot Soebroto sebagai tempat penelitian.
Kesepakatan yang sudah ditandatangani bersama-sama oleh Menkes, KSAD, dan kepala BPOM sekaligus menegaskan bahwa penelitian di RSPAD berada di jalur yang tepat. Tidak melenceng, apalagi melanggar aturan dan ketentuan. ’’Diatur dengan mekanisme kerja sama sebagai dasar hukum atau legal standing dan tanpa mengganggu tugas-tugas kedinasan atau tugas pokok kesatuan,’’ imbuhnya.
Hal senada disampaikan Tugas. Dia menekankan bahwa Puskes TNI menjunjung tinggi kaidah keilmuan. Apa pun inovasi atau terobosan yang berusaha dicari harus berpatokan pada kaidah-kaidah tersebut. ’’Termasuk dalam tahapan penelitian,’’ ujarnya. Dia juga yakin penelitian di RSPAD Gatot Soebroto memenuhi kaidah tersebut. ’’Saya kira di sana sudah dilakukan dan diperhatikan betul tentang legal standing itu,’’ tambah dia.
Terkait pertemuan untuk MoU kali ini, Jawa Pos sudah menghubungi BPOM dan Kemenkes. Sayangnya, hingga berita ini ditulis, belum ada tanggapan dari mereka.
Budi menegaskan, BPOM-lah yang berwenang dalam pengawasan obat dan vaksin mulai hulu hingga hilir. Dia juga menyatakan terbuka untuk semua penelitian vaksin. Namun, semuanya harus dijalankan dengan hati-hati.
Vaksin Merah Putih
Penelitian Vaksin Merah Putih platform Unair-PT Biotis telah menunjukkan hasil yang cukup bagus. Tim riset Universitas Airlangga (Unair) tengah memasuki tahap praklinis terhadap hewan coba. Hasilnya, pada suntikan pertama, vaksin tersebut tidak menimbulkan efek negatif.
Hal itu dipaparkan langsung oleh tim riset didampingi Rektor Unair Prof Mohammad Nasih di Aula Amerta Gedung Rektorat Unair kemarin (19/4). Nasih mengatakan, pada 9 April, suntikan pertama vaksin terhadap hewan coba dilakukan. Hasilnya, hewan coba yang didatangkan dari Amerika Serikat itu terlihat lincah dan bugar. Meski begitu, uji praklinis tersebut belum menjadi kesimpulan akhir. Sebab, uji praklinis baru dilakukan satu minggu. Belum ada evaluasi spesifik. Nanti dilakukan suntikan vaksin kedua terhadap hewan coba. ’’Butuh waktu dan tahapan yang saksama. Perlu sabar dalam menguji praklinis,” ujarnya.
Nasih menuturkan, uji praklinis paling cepat dilakukan tiga bulan. Kemudian, uji klinis dilaksanakan delapan bulan. Waktu tersebut sesuai standar riset vaksin. Unair akan mengikuti tahapan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. ’’Kalau bisa 11 bulan ke depan, riset Vaksin Merah Putih platform Unair-Biotis bisa kelar semua,” kata dia.
Koordinator Produk Riset Covid-19 Prof Dr Ni Nyoman Tri Puspaningsih mengatakan, tim riset Unair melakukan suntikan kedua vaksin terhadap hewan coba minggu depan. Tepat dua minggu setelah jadwal suntikan pertama. ’’Seperti kita booster. Setelah dua minggu, diamati lagi,” tuturnya.
Setelah hewan coba tersebut mendapatkan dua kali suntikan, dilakukan uji tantang dengan strain virus yang lain di Indonesia. Hal itu dimaksudkan untuk mengetahui efikasi vaksin yang dibuat Unair terhadap strain lain. ’’Saat ini uji coba masih dilakukan pada hewan kecil (mencit). Setelah uji coba terhadap hewan kecil itu menunjukkan hasil yang bagus, maka akan diuji coba pada hewan besar. Yakni, makaka atau kera,” jelasnya.