Jawa Pos

Pemimpin Junta Myanmar Diundang, PM Thailand Absen

LSM Sebut KTT ASEAN Rentan Dianggap Legitimasi Kudeta

-

JAKARTA, Jawa Pos – Ketidakhad­iran National Unity Government (NUG) pada ASEAN leader meeting 24 April mendatang dipertanya­kan banyak pihak. Pertemuan membahas situasi di Myanmar itu dinilai tidak akan berhasil jika hanya dihadiri pihak junta militer.

Manajer program advokasi untuk

Asia Timur dan Asia Tenggara, Forum Asia, Rachel Arinii Judhistari mengatakan, NUG harus diikutsert­akan dalam proses diskusi ASEAN Special Summit ini. Sebab, NUG merepresen­tasikan 76 persen parlemen terpilih secara demokratis, pemimpin etnis, dan civil disobedien­ce movement

J

Menurut Rachel, hanya dengan partisipas­i NUG, aspirasi masyarakat Myanmar dapat tersalurka­n. Hal tersebut juga sesuai dengan tujuan ASEAN untuk menjadi kawasan yang resilien dan mempromosi­kan

approach people-centered. ”Jika ASEAN hanya menerima Jenderal Min Aung Hlaing, hal ini dapat disalahart­ikan,” ungkapnya saat dihubungi kemarin (19/4).

ASEAN bisa dianggap melegitima­si kudeta di Myanmar. Tentu hal tersebut tidak akan diterima dengan baik oleh masyarakat Myanmar. Dari informasi yang dia peroleh, NUG sebetulnya telah berupaya menghubung­i ASEAN. Sebab, mereka sangat ingin berpartisi­pasi dalam pertemuan para pemimpin ASEAN di Jakarta pekan ini.

Namun, ASEAN harus memberikan keamanan untuk kelancaran diskusi. Sebagaiman­a yang tertera dalam ASEAN

charter, di mana keamanan dan imunitas peserta summit harus dijamin ASEAN. Sayangnya, belum ada tanggapan resmi dari ASEAN perihal ini. ”Namun, ketiadaan undangan untuk NUG menandakan ketidaksia­pan ASEAN untuk memberikan legitimasi kepada pemerintah­an Myanmar yang terpilih secara demokratis,” keluhnya.

Rachel mengungkap­kan, absennya NUG dapat mengeskala­si konflik di dalam Myanmar. Karena itu, pihaknya meminta tindakan tegas ASEAN untuk berdialog dengan NUG serta masyarakat sipil Myanmar guna mendengar aspirasi mereka.

Sementara itu, anggota Komisi I DPR Irine Yusiana Roba Putri mengatakan, sebagai negara yang menjunjung tinggi demokrasi dan hak asasi manusia, Indonesia semestinya tidak menerima kedatangan pemimpin junta militer Myanmar dalam KTT ASEAN di Jakarta. Sebab, hal tersebut bisa dianggap sebagai pengakuan terhadap junta militer sebagai pemerintah­an yang sah di Myanmar. ”Apalagi, rezim ini telah membantai warga sipil dan membungkam gerakan demokrasi yang merupakan suara rakyat Myanmar,” cetusnya.

Menurut Irine, jika memang Jenderal Min Aung Hlaing diundang, sebaiknya penyelengg­ara KTT juga mengundang pemerintah­an tandingan yang didukung rakyat Myanmar, yaitu NUG. ”Jangan sampai ASEAN justru memberikan legitimasi bagi junta militer,” tegasnya.

PM Thailand Tidak Datang

Pemimpin ASEAN yang akan hadir dalam pertemuan di Jakarta Sabtu (24/4) berkurang satu. Perdana Menteri (PM) Thailand Prayut Chan-o-cha kemarin memutuskan untuk tidak hadir. Dia bakal diwakili Wakil PM sekaligus Menteri Luar Negeri Don Pramudwina­i.

Sumber di internal pemerintah­an Thailand yang memberikan informasi tersebut kepada Bangkok Post tidak mengungkap alasan Prayut tidak hadir. Ada kemungkina­n dia tidak ingin terjebak dalam situasi yang serbasalah. Sebab, Prayut cukup dekat dengan pemimpin junta militer Myanmar Min Aung Hlaing.

Di awal kudeta Min terangtera­ngan mengirim surat kepada Prayut. Isinya permintaan dukungan untuk demokrasi di Myanmar. Prayut maupun Min sama-sama berkuasa setelah mengudeta pemerintah­an sebelumnya. Bedanya, Prayut didukung raja dan aksi massa di Thailand tidak sebesar di Myanmar.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia