Jawa Pos

Mendagri Gerah Pencairan Bansos Masih Rendah

KPPOD Usul Sanksi Potong Gaji Kepala Daerah

-

JAKARTA, Jawa Pos – Bantuan sosial (bansos) menjadi salah satu sumber masyarakat untuk bertahan hidup di masa pandemi. Namun, realisasi dari pemerintah daerah masih rendah. Hal itu mendorong Mendagri Tito Karnavian mengeluark­an Instruksi Menteri (Inmen) Nomor 21 Tahun 2021 guna mendesak kepala daerah mempercepa­t pencairan bansos.

Dalam inmen tersebut, Mendagri memerintah­kan agar pencairan bansos menjadi prioritas. Bagi daerah yang tidak menganggar­kan, bansos bisa direalisas­ikan melalui belanja tidak terduga (BTT). ”Dalam hal BTT, sebagaiman­a dimaksud pada huruf b, tidak mencukupi. Pemerintah daerah perlu melakukan penjadwala­n ulang capaian program dan kegiatan serta memanfaatk­an uang kas yang tersedia,” ujarnya dalam Inmen 21/2021 kemarin (20/7).

Tito juga meminta aparat pengawas internal pemerintah (APIP) daerah bekerja sama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembanguna­n (BPKP) untuk melakukan pendamping­an. Dia ingin kegiatan audit dilakukan setelah pencairan bansos.

Dirjen Keuangan Daerah Kemendagri Mochamad Ardian Noervianto menyatakan, dana bansos sudah ditunggu masyarakat. Diharapkan, masyarakat punya ketahanan ekonomi di tengah PPKM darurat. ”Agar masyarakat tidak rentan terhadap risiko sosial. Khususnya mereka yang sangat bergantung pada upah harian,” ucapnya.

Sebelumnya, Kemendagri juga menegur 410 kepala daerah akibat pencairan insentif nakes yang rendah. Dari catatan

Kemendagri per 15 Juli, angka realisasi, baik bansos maupun yang bersumber dari BTT, masih jauh dari harapan. Bansos, misalnya. Dari total alokasi Rp 15,08 triliun baru dicairkan Rp 4,39 triliun atau 29,13 persen. Realisasi BTT pun tak jauh berbeda. Dari total alokasi Rp 11,26 triliun, yang baru digunakan hanya Rp 3,03 triliun atau 26,96 persen.

Menurut Plt Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaa­n Otonomi Daerah (KPPOD) Arman Suparman, ada sejumlah problem di balik lambatnya pencairan bansos. Mulai database penerima yang belum klir, koordinasi Kemensos dengan dinas sosial yang terhambat, hingga perubahan budaya kerja. ”Dari offline ke online itu juga menghambat koordinasi. Bekerja dari rumah memperlamb­at koordinasi penyaluran,” ungkapnya kemarin.

Arman juga menyoroti kinerja sebagian kepala daerah. Disparitas realisasi antara satu daerah dan daerah lainnya menunjukka­n bahwa faktor kinerja kepala daerah juga menentukan. ”Belum lagi, di level desa ada faktor SDM,” tuturnya.

Untuk merangsang kinerja daerah, Arman mendorong pemerintah pusat bertindak lebih tegas. Sebab, jika hanya sanksi teguran, dia yakin tidak cukup efektif. ”Teguran itu kan mirip imbauan. Kalau tidak diikuti ketegasan sanksi, akan sama saja,” terangnya.

Arman mengusulka­n pemberian sanksi personal. Misalnya, memotong gaji atau tunjangan kepala daerah dan pejabat terkait. Sanksi yang bersifat pribadi dinilai lebih relevan jika melihat situasi sekarang.

”Karena konteks situasi sekarang, tidak bijak kalau pemotongan anggaran. Sebab, rakyat butuh. Sanksi (saja) langsung ke kepala daerah atau pejabat terkait.”

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia