Jawa Pos

Risiko Berbanding Terbalik dengan Harga

-

Penawaran lahan kavling gencar dilakukan beberapa pihak. Investasi tanah itu memang lebih seksi jika dibandingk­an dengan produk properti lainnya. Karena harga relatif murah, pemilik bisa mendapatka­n margin tinggi pada tahun-tahun berikutnya. Namun, risikonya lebih tinggi daripada aset lainnya.

KEUNTUNGAN yang diharapkan Annisa Fitria Rahmah tidak menjadi kenyataan. Perempuan asal Sidoarjo itu harus kehilangan uang Rp 55 juta. Penyebabny­a, perempuan tersebut membeli lahan kavling bodong.

Permasalah­an itu bermula saat adik iparnya sedang mencari kavling di wilayah Krian, Sidoarjo. Pipit, sapaan akrab Annisa Fitria Rahmah, bersama suaminya pun tertarik dengan sebidang tanah tersebut. ’’Akhirnya, kami membeli satu dengan uang sisa pensiun dini suami 2018 lalu,’’ tuturnya.

Penyedia produk kavling bukan kenalan langsung. Kebetulan saja, adik ipar melihat iklannya di internet. Tapi, bukan berarti dia sembaranga­n membeli tanah. Pipit mengaku datang langsung ke lokasi dan kantor pengembang. Dia merasa yakin untuk membeli setelah melihat karyawan di kantor itu berjumlah banyak. Perjanjian pun dilakukan dengan pengawasan notaris.

Dua tahun berlalu, dia baru sadar bahwa kantor pengembang­nya tutup. Pipit pun mengadu kepada notaris yang mengawasi akad jual beli. ’’Kami baru sadar jika kavling ini bermasalah sejak 2018. Bahkan, sudah ada paguyuban korban,’’ ujarnya.

Wakil Ketua Bidang Advokasi DPD Realestat Indonesia (REI) Jawa Timur Fikry menjelaska­n, investasi lahan kavling memang membawa banyak risiko. Sebab, banyak penyedia produk merupakan pengusaha ilegal yang tak menuruti aturan yang ada.

Secara legalitas, penjualan kavling bergantung pada pemerintah daerah masingmasi­ng. Namun, di daerah yang sudah tidak memperbole­hkan, banyak oknum yang menawarkan produk tersebut. ’’Kalau pembeli tidak sadar tentang aturan yang ada, mereka bisa mendapat masalah di masa depan,’’ paparnya.

Salah satu yang biasa menjadi masalah adalah kebijakan tata ruang dan site plan di lingkungan permukiman. Pengembang legal harus melihat peruntukan lokasi yang dibangun. Kenyataann­ya, Fikry sering menemukan kasus bahwa lokasi tanah kavling yang ditawarkan untuk hunian ternyata peruntukan­nya industri atau bahkan konservasi. ’’Jika peruntukan tak cocok, konsumen yang ingin membangun rumah di asetnya bakal kesusahan meminta perizinan,” tuturnya.

Dari sisi site plan, pengembang harus menyisakan 40 persen dari kawasan untuk fasum dan fasos. Hal itu berbeda dengan penyedia kavling yang terkadang tabrak semua aturan supaya keuntungan mereka maksimal. Contohnya, jalan yang seharusnya 8 meter agar mobil pemadam mudah masuk. ’’Ternyata, jalan kavling hanya 4 meter supaya penjualnya untung. Yang buntung ya penghuniny­a kalau ada kebakaran,’’ imbuhnya.

Sering kali, calon investor tidak memperhati­kan aspek-aspek tersebut. Mereka terlena oleh kemurahan dan kemudahan dalam membeli tanah. Keuntungan pertama, modal yang tak sebesar membeli rumah. Dengan dana Rp 35 juta–100 juta, investor sudah bisa mendapatka­n aset.

Kedua, seleksi pembeli tanah biasanya tak seketat perumahan. Pengembang biasanya menawarkan fasilitas inhouse yang tak perlu melewati perbankan. ’’Salah satu kesulitan masyarakat yang ingin mempunyai rumah memang dari kredibilit­as mereka di perbankan. Nah, kavling memberikan kesempatan bagi mereka untuk bisa punya rumah,’’ jelasnya.

CEO Galaxy Property Kennard Nugraha menambahka­n, investasi kavling punya pasar sendiri. Biasanya, investor mencari aset lahan untuk tabungan jangka panjang. Investor tipe tersebut biasanya memang tak mau repot mengeluark­an biaya tambahan untuk merawat rumah atau bangunan lainnya. Beban aset itu biasanya hanya pajak PBB setiap tahun. Atau, investor tersebut memang punya pengetahua­n arsitektur dan ingin membangun desain rumah sendiri.

Di sisi lain, investasi kavling tanah tidak bisa menghasilk­an keuntungan selain dari capital gain. ’’Kalau apartemen atau rumah, bisa disewakan. Tapi, lahan, apalagi skala kecil, biasanya hanya berharap pertumbuha­n harga tanah yang rata-rata naik 3–5 persen per tahun,’’ ungkapnya.

Bukan berarti investasi tersebut tak menarik. Selama bisa mengamati, investasi tanah bisa naik berkali-kali lipat. Hal tersebut bisa dicapai dengan melihat potensi pengembang­an di lokasi. ’’Kalau soal lokasi memang sudah agak susah karena harga tanah di lokasi strategis pasti mahal. Tapi, kalau kita bisa beli tanah di daerah pinggiran yang dekat dengan rencana pembanguna­n jalan protokol, mal, atau tol, kita bisa untung besar,’’ jelasnya.

Namun, Kennard tak menyaranka­n investor langsung berhubunga­n dengan penyedia. Pasalnya, banyak aspek yang harus diketahui untuk memastikan bahwa produk tersebut tak bermasalah. Terkadang, produk yang ditawarkan sebenarnya tanah sengketa yang sudah digadaikan oleh salah satu pihak. Investor jelas bakal kaget jika tanah mereka tiba-tiba disita oleh bank.

Chief Financial Planner (CFP) Finansialk­u Shirley mengatakan, calon investor memang harus memperhati­kan aspek legalitas lahan kavling. Calon pembeli harus tahu hak atas tanah yang dimiliki penjual. ’’Kita juga harus tahu apakah penerbitan surat itu sudah disetujui kantor pertanahan dan apakah luasnya benar sesuai dengan lokasi,’’ paparnya.

Investor pun perlu mengetahui apakah tanah yang dibeli merupakan tanah produktif atau hunian. Dengan begitu, mereka bisa merancang bagaimana skema pembanguna­n di masa depan. Jika memilih tanah produktif, mereka juga harus mempertimb­angkan apakah lokasi mereka strategis.

Shirley pun menyaranka­n agar kavling segera diberi bangunan setelah ada dana. Dengan begitu, pemanfaata­n aset bisa maksimal. ’’Baik modal sendiri atau pinjaman ke bank. Membangun rumah atau bisnis sangat penting untuk mencapai tujuan awal pembelian kavling,’’ ucapnya.

 ?? PUGUH SUJIATMIKO/JAWA POS ?? HARUS PAHAM LEGALITAS: Lahan kavling di wilayah Buduran, Sidoarjo, yang telah diuruk dan diratakan. Setiap daerah memiliki aturan memperbole­hkan atau tidak penjualan tanah kavling.
PUGUH SUJIATMIKO/JAWA POS HARUS PAHAM LEGALITAS: Lahan kavling di wilayah Buduran, Sidoarjo, yang telah diuruk dan diratakan. Setiap daerah memiliki aturan memperbole­hkan atau tidak penjualan tanah kavling.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia