Durian Perkuat Unsur Punk
Batik tidak hanya terdiri atas pola-pola klasik yang mengikuti pakem. Seiring berkembangnya zaman dan kayanya budaya di Indonesia, semakin banyak bermunculan batik jenis baru yang menonjolkan ciri daerah tertentu. Salah satunya batik durian khas Lubuklinggau, Sumatera Selatan. Di tangan desainer JYK Jenny Yohana Kansil, batik tersebut berpadu apik dengan gaya punk era 1970-an dalam koleksi Revolutionary Hope JYK. Sampai tembus ke pergelaran Milan Fashion Week Spring/Summer 2022.
Dalam kolaborasi mereka, Jenny dan Ketua Dekranasda Kota Lubuklinggau Yetti Oktarina Prana punya satu misi. Yakni, menjadikan batik sebagai pilihan anak muda dalam berpakaian. Bukan hanya untuk acara formal atau kondangan, melainkan juga sebagai busana sehari-hari atau bahkan fashion
statement. ”Karena itu, saya ingin bawa batik nggak kelihatan seperti ’seragam’ yang mature. Anak muda bisa kok pakai batik,” ungkap Jenny.
Dia pun mengemas batik di koleksi Revolutionary Hope yang dipamerkan di
runway Milan Fashion Week (MFW) bulan lalu. Perempuan yang menempuh studi
fashion di Surabaya dan Milan itu pun mengadopsi batik Lubuklinggau yang digagas Rina pada 2013.
Rina, yang merupakan istri Wali Kota Lubuklinggau Prana Putra Sohe, menjelaskan bahwa batik durian lahir dari keinginannya untuk membuat kriya khas Lubuklinggau. ”Ini kan kota pemekaran. Nah, awalnya saya bingung, apa sih yang khas dari kami,” ujar Rina saat dihubungi Jawa Pos.
Setelah melihat bahwa di Lubuklinggau banyak petani durian, muncullah ide untuk membuat kerajinan lokal yang identik dengan buah beraroma khas itu. Karena menyukai kain wastra, Rina pun mengusulkan para perajin batik di daerahnya untuk membuat batik dengan motif durian.
Awalnya, batik durian dipadukan dengan motif kain khas Sumatera Selatan, Jambi, dan Bengkulu.
Kini batik durian sudah bisa muncul sendiri tanpa padanan motif khas daerah lain. Umumnya, batik ini menggabungkan motif buah durian –baik utuh maupun terbelah– dengan motif floral seperti bunga dan daun. Bahannya dari kain katun hingga sutra.
Menurut Jenny, batik bermotif durian sesuai dengan ide kreatifnya. Dia mengibaratkan durian dengan perenungan di masa pandemi. Buah itu tampak tidak menarik dari luar, tapi isinya manis dan enak. ”Bagi saya, pandemi memang sulit. Tapi, try to enjoy it dan lawan situasi tersebut,” kata pendiri Istituto di Moda Burgo (IMB) Indonesia.
Jenny menjelaskan, durian juga melambangkan sesuatu yang revolusioner. Sebab, buah tersebut tampil ”beda” dengan kulit berduri dan aroma khas. Duri-duri tersebut sekilas juga mengingatkan pada studs dan
spikes di fashion punk era 1970-an. Semakin memperkuat unsur punk dalam koleksi Jenny.
Koleksi Revolutionary Hope menggunakan material ecofriendly dan berkelanjutan. Jenny menaruh harapan, batik serta bahan pakaian ramah lingkungan bisa makin mendapat tempat. Konsep ”berat” itu dinilai cukup memakan waktu. ”Riset dan konsepnya sebulan. Eksekusinya dua pekan, weekend-nya untuk technical drawing,”