Jual Tanah Kavling Sengketa, Komisaris dan Direktur Disidang
CHOIRUL Anam, komisaris PT Pamengkang Jagad Jaya Propertyndo (PJJP), dan Hariyanto, direktur PJJP, disidang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Perusahaan pengembang itu dilaporkan tujuh pembeli tanah kavling yang ternyata berstatus sengketa. Tanah tersebut berlokasi di Jalan Sumur Welut.
Perusahaan properti itu mempromosikan tanah kavling dengan menyebar brosur dan memasang umbulumbul untuk menarik minat calon pembeli. Tujuh orang akhirnya membeli tanah kavling tersebut.
JaksapenuntutumumRahmawati Utami dalam dakwaannya mengungkapkan, ada tujuh orang yang memesan dan membayar pembelian tanah kavling tersebut.
Mereka dibuatkan ikatan jual beli di hadapan notaris. Nilai total uang yang sudah dibayar mencapai Rp 1.005.182.125. Belakangan diketahui, tanah itu masih menjadi sengketa sehingga tidak bisa diperjualbelikan dan dibangun rumah.
Pengacara para terdakwa, Aminullah, berkeberatan dengan dakwaan jaksa. Menurut dia, kasus itu masuk ranah perdata, bukan pidana. Ketujuh korban sudah diberi tawaran pengembalian uang atau direlokasi ke tempat lain. Mereka memilih relokasi dan sudah ada kesepakatan yang tertuang dalam ikatan jual beli. ”Uang yang sudah mereka bayar dimasukkan sebagai DP
di tempat baru,” jelasnya.
SURABAYA – Sebanyak 80 pembeli perumahan yang dibangun PT Indo Tata Graha (ITG) mendatangi Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Jatim kemarin (4/1). Mereka melaporkan penipuan dan penggelapan karena rumah yang dibeli tidak kunjung terbangun. Kerugian konsumen mencapai Rp 8,5 miliar.
Para konsumen itu melaporkan Direktur ITG Dadang Hidayat. Marlina, salah seorang konsumen, sudah menyetorkan uang Rp 47 juta untuk membeli rumah di Perumahan Bumi Madinah Asri Juanda. Uang tersebut diserahkan secara bertahap sejak 2017. ”Uang muka Rp 25 juta. Bulanannya Rp 2 juta,” ujarnya sambil menggendong anak.
Ibu dua anak itu tidak mengira menjadi korban penipuan. Sebab, marketing rumah yang dibeli merupakan teman sendiri. Marlina merasakan kejanggalan setelah angsuran berjalan hampir satu tahun.
Rumah yang dijanjikan tidak kunjung dibangun. ”Nggak ada progres,” ucapnya sambil menyeka air mata.
Marlina dan beberapa korban pernah meminta uang mereka dikembalikan lantaran tidak tahu kapan rumah akan terbangun. Namun, perusahaan menyatakan bahwa ada pemotongan uang jika konsumen membatalkan kontrak pembelian rumah. ”Manajemen bilang potongan saya sampai Rp 18 juta,” ungkapnya.
Dia spontan menolaknya. Sebab, uang itu berasal dari jerih payahnya jualan es lilin di sejumlah sekolah. ”Ngumpulin uang Rp 1.000, Rp 2.000, kok mau hilang segitu,” katanya.
M. Sholeh, pengacara para pel, menyebutkan bahwa jumlah korban PT ITG mencapai ratusan orang. Namun, yang terkoordinasi dan membuat laporan sekitar 80 orang. ”Mereka ini konsumen dari tiga proyek perumahan,” jelasnya. Yaitu, Bumi Madinah Asri Juanda, Graha Permata Juanda, dan Madinah Asri Kanjuruhan di Pasuruan.
”Ratarata korban sudah membayar lunas. Namun, tidak ada progres pembangunan di lokasi,” ungkapnya.
Secara terpisah, Rahmad Ramadhan Machfoed, pengacara PT ITG, mengaku proyek perusahaan yang menjadi dasar laporan sebenarnya ada. Bukan fiktif. Dia menjelaskan bahwa pembangunan rumah itu sedang berlangsung. ”Ada yang harus kami lakukan sebelum membangun rumah,” terangnya. Menurut dia, sebagian besar konsumen sudah mendapatkan rumah yang diinginkan.
PT ITG pernah dilaporkan ke Polrestabes Surabaya tahun lalu karena menjual smart kost. Namun, ternyata lahannya belum terbeli. Dadang Hidayat lantas ditetapkan sebagai tersangka. Dadang divonis 4 bulan 15 hari penjara.
Ada yang harus kami lakukan sebelum membangun rumah.”