Penanganan Butuh Kerja Bersama Lintas Bidang
Sambungan dari
Setelah kembali ke balai kota, Rini bertanya kepada dinas kesehatan (dinkes). Dia ingin tahu berapa sebetulnya jumlah anak stunting di seluruh wilayah Surabaya. Saat itu, data dari dinkes menyebutkan bahwa jumlah anak stunting lebih dari 5.300 orang. Terlihat sedikit jika dibandingkan jumlah warga Surabaya yang mencapai 3 juta orang. Namun, bagi Rini, angka itu tetap mengerikan.
Alumnus Farmasi Universitas
Surabaya (Ubaya) itu pun memetakan wilayah mana saja yang termasuk tinggi dalam kasus stunting. Total ada 10 wilayah yang masuk ranking tertinggi untuk jumlah kasus
stunting. Dia pun mulai turun ke lapangan. Para camat diminta menyiapkan data anak
stunting di wilayah masingmasing.
Dari hasil survei ke lapangan, Rini berpikir bahwa penanganan
stunting membutuhkan peran lintas sektor. Tidak cukup dinkes saja. Sebab, ada peran DP5A terkait pola asuh anak. Rini pun meminta izin kepada suaminya untuk membentuk TPK. ”Ayah (panggilan Rini untuk Eri Cahyadi, Red), boleh kan aku kumpulin temanteman (OPD, Red) untuk ngurusi stunting ini,” ucapnya kepada wali kota.
Ibu dua anak itu mendapatkan izin dari suaminya. Dengan catatan, dia tidak boleh memberikan perintah kepada para kepala organisasi perangkat daerah (OPD). ”Bagus itu, enggak apaapa. Tapi ojo diperintahperintah,” kata Rini, menirukan candaan Eri sebelum mengumpulkan OPD dari lintas sektor tersebut.
Tepat Oktober, TPK terbentuk. Rini pun semakin intens turun ke lapangan. Targetnya, kasus stunting harus diturunkan. Kalau bisa, zero stunting pada 2022. Nah, untuk meyakinkan para kepala OPD dan camat, Rini sesekali mengajak suaminya turun ke lapangan. ”Bukan apaapa. Cuma ingin menunjukkan bahwa masalah stunting ini harus dianggap serius dan ditangani dengan serius pula,” terangnya.
hal 13