RUU TPKS Disahkan Minggu Depan
Jadi Inisiatif DPR, Langsung Dibahas dengan Pemerintah
JAKARTA – RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) belum disahkan dalam rapat paripurna pembukaan masa sidang III kemarin (11/1). Pimpinan dewan berjanji mengesahkan rancangan peraturan itu pekan depan. ”Insya Allah Selasa, 18 Januari 2022, RUU
TPKS disahkan menjadi RUU inisiatif DPR,” ucap Ketua DPR Puan Maharani.
Menurut dia, RUU TPKS sudah selesai diharmonisasi di Badan Legislasi (Baleg) DPR. Ketika nanti sah menjadi inisiatif DPR, RUU itu sudah bisa dibahas bersama pemerintah. Dewan berkomitmen menuntaskan RUU TPKS lantaran kasus kekerasan seksual semakin marak. ”Dinilai sudah menjadi kebutuhan hukum di Indonesia,” tuturnya.
Mantan Menko PMK tersebut melanjutkan, pihaknya memberikan apresiasi kepada Presiden Joko Widodo. Jokowi menilai RUU TPKS sangat dibutuhkan untuk melindungi korban kekerasan seksual, khususnya perempuan. Puan pun mengajak pemerintah bekerja optimal dalam pembahasan RUU itu ke depan.
RUU TPKS diharapkan bisa memperkuat upaya perlindungan dari tindak kekerasan seksual. ”Dan mempertajam paradigma untuk berpihak kepada korban,” ujar alumnus Universitas Indonesia (UI) tersebut.
Di sisi lain, Wakil Koordinator Maju Perempuan Indonesia (MPI) Edriana Noerdin mengapresiasi komitmen parlemen dalam mempercepat penuntasan RUU TPKS. Sebab, payung hukum itu dibutuhkan untuk menghapus diskriminasi dan kekerasan yang berbasis relasi kuasa. ”RUU TPKS juga merupakan pemenuhan jaminan hak atas rasa aman,” katanya kemarin.
Meski demikian, MPI menilai RUU TPKS belum cukup untuk melindungi perempuan. Sebab, ada persoalan lain yang butuh perlindungan, yaitu para pekerja perempuan. Edriana menilai RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) juga perlu diakselerasi.
RUU TPKS adalah bentuk pemenuhan jaminan hak atas rasa aman sebagaimana dimaksud dalam pasal 28G ayat (1) UUD 1945. Sementara itu, RUU PPRT merupakan pemenuhan jaminan atas pekerjaan dan penghidupan yang layak sebagaimana pasal 27 ayat (2) UUD 1945.
RUU PPRT, lanjut Edriana, sangat dinanti untuk menghapus diskriminasi yang terjadi selama ini. Baik oleh PRT yang bekerja di dalam negeri maupun luar negeri. ”Profesi yang 80 persennya dilakoni perempuan ini masih minim perlindungan,” tegasnya.
Imbasnya, PRT sebagai pekerja migran Indonesia di luar negeri tidak memiliki perlindungan memadai. MPI pun meminta Presiden Jokowi memberikan dukungan yang sama agar RUU itu segera dituntaskan.
MPI juga mendesak pimpinan DPR menjadwalkan rapat badan musyawarah (bamus) untuk mengagendakan RUU PPRT sebagai inisiatif DPR dalam rapat paripurna terdekat. ”MPI berharap rapat bamus tidak melewatkan penjadwalan RUU PPRT,” imbuhnya.