Tren Positif Dunia Usaha Bakal Berlanjut
Kinerja Sektor Industri Pengolahan di Akhir 2021 Catatkan Fase Ekspansi
JAKARTA – Perlahan tapi pasti, kegiatan dunia usaha mulai tumbuh positif. Hal itu sejalan dengan pelonggaran kebijakan pembatasan mobilitas serta momen Natal dan tahun baru (Nataru). Tren tersebut diperkirakan masih berlanjut pada kuartal I 2022.
Hasil survei kegiatan dunia usaha (SKDU) Bank Indonesia (BI) menunjukkan, nilai saldo bersih tertimbang (SBT) sebesar 7,10 persen pada kuartal IV 2021. Peningkatan kinerja usaha terjadi di sektor industri pengolahan, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan, serta komunikasi. ’’Didorong meningkatnya permintaan sejalan dengan penurunan level PPKM di berbagai daerah serta perayaan Natal dan libur akhir tahun,” kata Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono kemarin (14/1).
Sejumlah responden meyakini tren positif dunia usaha akan berlanjut pada kuartal I 2022. SBT diperkirakan bisa menyentuh 9,39 persen. Alasannya, beberapa sektor utama mencatat kinerja positif. Di antaranya, pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan. ”Sejalan dengan periode panen raya tanaman bahan makanan serta industri pengolahan dengan perkiraan meningkatnya permintaan,” jelasnya.
Kinerja sektor industri pengolahan pada akhir tahun lalu mencatatkan fase ekspansi. Prompt manufacturing index
(PMI) BI berada di posisi 50,17 persen. Peningkatan tersebut terjadi pada seluruh komponen pembentuk PMI-BI. Dengan indeks tertinggi pada komponen volume produksi, total pesanan, dan persediaan barang jadi.
Berdasar subsektor, hampir seluruhnya meningkat. Indeks tertinggi pada makanan, minuman, dan tembakau dengan 51,84 persen. Kemudian, diikuti logam dasar besi dan baja (51,80 persen); tekstil, barang kayu, dan alas kaki (50,98 persen); serta alat angkut, mesin, dan peralatannya (50,66 persen).
Erwin memperkirakan, kinerja sektor industri pengolahan masih berlanjut pada kuartal I 2022. Yakni, berkisar 53,83 persen. ”Mayoritas subsektor diperkirakan meningkat. Indeks tertinggi pada subsektor logam dasar besi dan baja,” jelasnya.
Ketua Badan Pimpinan Daerah Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (BPD PHRI) DKI Jakarta Sutrisno Iwantono mengatakan, momen Nataru sedikit mengobati kesulitan hotel dan restoran selama ini. PPKM level 1 berdampak pada peningkatan okupansi. Meski demikian, angkanya berbeda-beda antara hotel berbintang dan hotel kecil. Ada yang 10 persen, 20 persen, hingga 30 persen.
”Tingkat keterisian hotel berbintang lebih tinggi ketimbang hotel kecil,” ungkap Sutrisno kepada Jawa Pos.
Hanya, peningkatan okupansi belum berdampak terlalu signifikan terhadap pendapatan hotel. Sebab, harga yang ditawarkan kepada masyarakat merupakan harga diskon. Karena itu, okupansi belum linier dengan peningkatan pendapatan.
Menurut dia, sulit mencapai okupansi hotel 100 persen di tengah pandemi yang belum ketahuan ujungnya ini. Harganya pun malah semakin turun. ’’Saya tidak bisa menargetkan angka. Yang jelas, kami perlahan fokus untuk pulih secara operasional,” tegasnya.