Tahun Perayaan Astronomi
SUATU HARI , mendiang ayah membingkiskan sebuah buku untuk saya. Sampulnya warna putih dan berhias potret seorang astronaut yang berjejak di Bulan. Ketika itu saya masih kanak-kanak, mungkin kelas satu sekolah dasar. Inilah buku pertama saya tentang sains, sebuah ensiklopedia visual seputar ruang angkasa dan misi ke Bulan.
Bertahun-tahun kemudian, saya baru mengetahui bahwa astronaut dalam sampul buku itu adalah Buzz Aldrin, yang dipotret di Bulan pada 20 Juli 1969.
Artinya, Juli ini warga Bumi memperingati 50 tahun pencapaian manusia yang berjejak di permukaan Bulan. Pada edisi ini kami menyajikan kisah tentang era perjalanan luar angkasa. Bagaimana manusia mencapai Bulan dan apa selanjutnya yang bisa kita lakukan. Jadi kapan perjalanan ke Mars bisa terwujud?
Tahun ini merupakan angka cantik untuk astronomi. Masih ingatkah kita dengan Johannes Kepler, seseorang yang membukakan pintu luar angkasa untuk pencapaian peradaban manusia? Kita merayakan 400 tahun penemuan Hukum Kepler Ketiga, merayakan ulang tahun International Astronomical Union yang ke-100, dan mengenang 100 tahun pemotretan pertama gerhana Matahari total di Afrika barat. Namun, kita juga memiliki perayaan penting di rumah sendiri: 50 tahun Planetarium dan Observatorium Jakarta. Bung Karno meresmikan dimulainya pembangunan "planetarium yang terbesar di seluruh dunia" pada 1964. Bangunan berkubah itu memulai pertunjukannya untuk umum pada 1 Maret 1969.
Gedung itu merupakan observatorium ketiga yang dibangun di Indonesia. Observatorium pertama dibangun astronom amatir Johan Maurits Mohr di Batavia pada 1765, kini sudah tidak ada. Kemudian, Observatorium Booscha yang dibangun di Lembang pada 1923.
Kita juga menolak lupa atas bantuan dana Gabungan Koperasi Batik Indonesia demi berdirinya Planetarium Jakarta. Atas alasan ini kami menyajikan dua kisah pendek: temuan Planetarium Jakarta dan cetak biru batik Lasem yang hilang.
Bung Karno memiliki harapan besar kepada Planetarium Jakarta untuk mengenyahkan takhayul seputar peristiwa benda angkasa. Saya pikir, pada saat itulah Bapak Bangsa kita telah meletakkan salah satu dasar pembelajaran sains kepada masyarakat Indonesia.
Pembelajaran sains yang baik akan membangun pola pikir saintifik. Kemajuan sains di suatu negara pun menunjukkan kemajuan peradabannya.
Saya kembali terkenang buku bersampul putih dengan potret seorang astronaut yang berjejak di Bulan, yang dibingkiskan ayah.
Entahlah, di mana buku itu sekarang.