National Geographic Indonesia

CETAK BIRU BATIK CORONG CANDU

KITA KEHILANGAN JEJAK CORAK BATIK LASEM DARI PERIODE AWAL ABAD KE-20 SAMPAI MEMBANJIRN­YA ‘KAIN IMITASI’ ATAU KAIN BATIK CAP. BELAKANGAN BATIK CAP ITU MEMICU KRISIS BATIK PADA 1930-AN.

- OLEH AGNI MALAGINA

CERITA DARI rumah kuno berlanggam Cina-hindia, bekas perusahaan batik tulis Lasem. Keluarga Tjoa telah meninggalk­annya bertahunta­hun silam. Di sudut terpenciln­ya teronggok koper besi tua. Ketika saya membukanya, tumpukan koran seolah menyembul. Koran berbahasa Belanda dan Melayu Tionghoa yang melapuk terbitan 1930-an.

Dalam tumpukan itu terselip sebuah buku tulis bernama pemilik “Johana Tjoa, Batavia”. Saya terpukau! Buku itu menyisipka­n 14 lembar kertas berukuran 32 x 20 sentimeter, yang mendedahka­n desain corak batik berwarna cerah khas kain peranakan di pesisir utara Jawa. Inilah harta karun dari pecinan tua yang pernah menyandang julukan corong candu.

Temuan ini sangat berharga bagi perjalanan batik Indonesia. Pasalnya, literatur batik Lasem lebih banyak menampilka­n batik era akhir abad ke-19 yang dikoleksi museum atau kolektor. Kita kehilangan jejak corak batik Lasem dari periode awal abad ke-20 sampai membanjirn­ya ‘kain imitasi’ atau kain batik cap. Belakangan, batik cap itu memicu krisis batik pada 1930-an.

Priscillia Renny, pemilik rumah batik Ong’s Art Maranatha, mengungkap­kan bahwa temuan ini mengobati ‘amnesia’ karena para pembatik Lasem tak pernah memiliki arsip kain yang mereka buat.

“Lha, kaget saya,” seru Renny. “Saya tidak pernah melihat gambar-gambar ini sebelumnya, tapi kok saya pernah membuat yang seperti ini, ya?”

Kini, beberapa cetak biru corak batik itu dibuat kembali oleh Rumah Batik Ong’s Art Maranatha dan Rumah Batik Kidang Mas. Lembaran kertas itu hadir meretas masa demi membangkit­kan semangat pelestaria­n seni batik tulis. Kenang-kenangan itu tampaknya ditakdirka­n untuk memperpanj­ang napas batik tiga negeri di Jawa.

 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia