Ragam Pernikahan
Semakin diterimanya pernikahan antarras dan antaretnis terlihat dalam statistik sensus As—dan selama dua hari di kantor catatan sipil New York City.
Pernikahan antaretnis kini semakin diterima.
Jade Calliste-edgar adalah wanita Afrika-amerika dari Florida. Halil Binici adalah pria Turki dari Istanbul. Selama dua hari pada musim gugur 2017 sejumlah pasangan berbeda ras atau etnis mengikat janji di biro pernikahan Manhattan, berpose untuk fotografer National Geographic, Wayne Lawrence.
Jade dan Halil juga bagian dari pergeseran budaya. Pada 2015, menurut analisis Pew Research Center dari Cencus Beureau, terdapat 17 persen pengantin baru di AS yang memiliki pasangan dari ras atau etnis lain. Itu adalah peningkatan lima kali lipat sejak 1967, ketika Mahkamah Agung melegalkan pernikahan antarras dalam kasus Loving vs. Virginia. Singkatnya, Pew melaporkan, “Rakyat Amerika Serikat telah semakin menerima pernikahan yang melibatkan pasangan dengan ras dan etnisitas yang berbeda.”
Keputusan dalam kasus Loving mematahkan undang-undang negara bagian yang melarang pernikahan antarras, yang masih dijalankan oleh 17 dari 50 negara bagian, pada masa itu. Perubahan undang-undang hanya awalnya—walaupun itu tidak “berdampak apa pun dalam mengubah pikiran orang,” ungkap Kevin Noble Maillard, profesor hukum dari Syracuse University yang kerap menulis tentang pernikahan campuran.
Menurut Maillard, semakin diterimanya pernikahan antarras selama 50 tahun terakhir—dan pernikahan sesama jenis selama belasan tahun terakhir—dipengaruhi tidak hanya oleh pergeseran norma-norma sosial, tetapi juga validasi publik dan media. Pasangan berbeda ras atau etnis bukan hal baru, dia menekankan: “Tetapi sangat lain ketika hubungan ini diakui publik, dan mereka menjadi representasi keluarga pada umumnya—ketika mereka menjadi orang-orang dalam iklan Cheerios.”
Jade mengatakan bahwa dia dan Halil belum pernah mendapatkan perlakuan buruk ketika mereka keluar bersama, walaupun kadang-kadang menerima pandangan miring atau gumaman sinis. Keduanya merasa bahwa dengan menjadi pasangan mereka turut mempromosikan sebuah prinsip penting: “Bahwa kita semua samasama manusia, dan tidak ada yang berbeda di antara kita.”
Itulah inti dari meme yang mereka pasang di Facebook beberapa saat setelah mereka menikah. Dua foto itu dipasang berdampingan. Foto pertama menunjukkan dua buah telur, yang satu bercangkang cokelat, dan yang lain putih. Foto lainnya menunjukkan kedua telur dipecahkan di wajan, tampak sama persis. Tulisannya: “Endapkan ini sejenak, Amerika!”