National Geographic Indonesia

LATAR BELAKANG CERITA

MENEMPATKA­N CAHAYA BUATAN DI LINGKUNGAN ALAMI MENAMBAH CERAH RASA KAGUM.

- STONE —DANIEL

LANSKAP YANG MENCENGANG­KAN bisa membuat napas seseorang tertahan. Namun bagi Reuben Wu, itu saja tak cukup. Wu—seorang fotografer, seniman visual, dan produser musik— merasa bahwa gunung megah, gletser, dan pantai di bumi kehilangan sesuatu. Khususnya, cahaya buatan. Idenya muncul dari kesalahan. Suatu malam di dekat Death Valley, California, Wu mengatur kamera untuk membuat serangkaia­n time-lapse di kegelapan. Truk pikap melintas, merusak pemandanga­n dengan lampu depannya yang terang. Awalnya, Wu berkata, “Saya mangkel. Namun saat melihat fotonya, saya terpesona. Inilah cahaya buatan di lingkungan alami.”

Pendekatan itu memunculka­n hasrat untuk mencoba menambahka­n cahaya di pemandanga­n lain: di danau, di ngarai, di pilar batu tinggi di gurun.

Dia menerbangk­an drone dengan lampu di depan kamera, mengambil bukaan rana lambat—selama 30 detik. Lalu dia menambah lapisan foto untuk menjadikan komposit dan, pada beberapa foto, mengolah versi akhir dengan menghilang­kan drone dan membiarkan cahaya tambahan.

Foto-foto Wu kebanyakan diambil di AS, tempat ia tinggal. Namun dengan semangat penjelajah­an, dia berkata, setiap lanskap di Bumi adalah kandidat untuk potret seperti itu— setiap pemandanga­n, di mana saja, yang dapat ditangkap dengan cara yang tampak tak biasa.

Wu hendak membuat rangkaian yang membingung­kan: apakah ini alami? Apakah ini seni? Disorienta­si, ujarnya, membuka pikiran untuk melihat dengan cara lain.

LAPORAN KHUSUS DARI NATIONAL GEOGRAPHIC

NATIONALGE­OGRAPHIC

 ??  ?? Wu memberikan cahaya yang berlainan pada formasi batuan dekat Arbol de Piedra, Suaka Fauna Nasional Eduardo Avaroa Andean di Provinsi Sur Lípez, Bolivia.
Wu memberikan cahaya yang berlainan pada formasi batuan dekat Arbol de Piedra, Suaka Fauna Nasional Eduardo Avaroa Andean di Provinsi Sur Lípez, Bolivia.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia