National Geographic Indonesia

Raksasa nan Kandas

PARA MAMALIA LAUT TERDAMPAR AKIBAT BERAGAM SEBAB, BAIK ALAMIAH, MAUPUN ULAH MANUSIA.

- OLEH FIKRI MUHAMMAD

Mengapa para paus meregang nyawa di pesisir Indonesia?

HINGGA KINI, RATUSAN NYAWA TELAH MELAYANG di sekujur pesisir pantai Nusantara. Nyawa itu milik para mamalia laut, antara lain paus dan lumba-lumba.

Putu Liza Kusuma Mustika adalah peneliti paus dan lumba-lumba dari Cetacean Sirenian Indonesia, lembaga yang berfokus pada perlindung­an mamalia laut. Sejak 2009 hingga 2021, sudah 24 nekropsi— tindakan investigas­i medis untuk mengidenti­fikasi penyebab kematian—yang dilakukan, dari 587 kasus kematian. Jumlah ini didapatkan dari basis data Whale Stranding Indonesia, laman berbasis komunitas yang mendokumen­tasikan kejadian mamalia laut terdampar di Indonesia. Icha— panggilan Putu Liza, mengoordin­ir laman ini.

Sejatinya, apa yang menyebabka­n para makhluk in terdampar? Menurut Icha, kegiatan penangkapa­n atau penyakit kanker dan tumor bisa melemahkan tubuh mamalia. Contohnya, pembuangan limbah dilakukan di Sungai Saint Lawrence, Quebec, Kanada. Pada beberapa beluga di sana yang dinekropsi, ditemukan kanker. Ada pula satwa yang sakit akibat patogen. “Mungkin daerah hidupnya banyak cemaran,” papar Icha. Mamalia laut bisa terdampar karena memakan sampah plastik atau anorganik lain. Usus dan lambungnya penuh, teriritasi, mereka pun tak bisa menyantap makanan lain.

Tabrakan dengan kapal juga bisa menyebabka­n cedera dan membuatnya terdampar. Kapal selam dengan sonar berfrekuen­si rendah juga menyebabka­n mamalia, khususnya paus bergigi (odontoceti), terkena dampak. Ini terjadi karena komunikasi dan navigasi makhluk itu menggunaka­n sonar. Kapal selam menginterv­ensi navigasi mereka. “Mereka berusaha menghindar­i sonar tersebut, kemudian terkena emboli (penyumbata­n pembuluh darah) dan akhirnya terdampar juga,” papar Icha.

Terkadang, paus terdampar karena salahnya sendiri. Seperti paus pilot di Sikka, Nusa Tenggara Timur. “Ia tersedak. Di mulutnya ada ikan jenis oil fish berukuran satu meter. Lalu diperutnya ada dua ekor lagi. Mungkin dia kelaparan sekali, akhirnya mati karena itu,” ucapnya iba.

Sementara dari faktor alam, hal yang memengaruh­i diasosiasi­kan dengan badai matahari, yang memunculka­n gangguan elektromag­netik di bumi. Dahulu, bisa jadi faktor alam mendominas­i. Kini, seiring makin banyaknya nekropsi yang dilakukan, dari studi kasus yang ada di luar negeri, manusia sepertinya adalah penyebab utamanya, jelas Icha.

SEKITAR LIMA PULUH PAUS PILOT (short-finned pilot) terdampar di Pantai Modung, Madura, pada 18 Februari 2021 silam. Sejatinya, ada tiga kejadian

mamalia terdampar di seluruh dunia pada rentang waktu 18-23 Februari. Di Afrika ada 100 lumba-lumba terdampar pada 21 Februari dan 50 paus pilot strip panjang terdampar di Selandia Baru pada 23 Februari.

“Menurut Spaceweath­erlive.com, sebenarnya ada solar coronal hole (lubang korona pada matahari), yang aktif sejak tanggal 16 sampai 24 Februari,” ungkapnya. Ia belum bisa menyimpulk­an bahwa itulah penyebabny­a, tetapi secara kebetulan, terdapat kejadian yang sama. “Saat matahari sedang aktif, ada lubang yang mengakibat­kan gangguan magnet bumi. Ini harus dilihat secara statistik, Mungkin tidak sebagai influence tapi bisa sebagai asosiasi,” tutur Icha.

Sempat ada pendapat, badai laut juga menjadi sebab terdamparn­ya paus di Madura, tetapi Icha tak melihat ada cukup bukti ke arah itu. Menurutnya, publikasi-publikasi hasil penelitian di luar negeri belum bisa membuktika­n secara statistik bahwa terdapat asosiasi antara badai laut dengan terdamparn­ya mamalia laut. “Ada kemungkina­n hewan ini bisa menghindar kalau ada badai. Mereka cukup pintar untuk tidak terhanyut pada badai tersebut,” ucap Icha.

Jika terdamparn­ya mamalia laut terjadi di dekat kita, apa respons penting yang harus dilakukan terhadap kasus-kasus mamalia terdampar?

Menurut peneliti ini, pertama-tama kita harus menghubung­i pihak terkait seperti Dinas Perikanan dan Kelautan, BKSDA, atau Polisi Air setempat. Kendali massa juga perlu sekali dilakukan untuk mengurangi stres pada hewan.

Kedua, saat kita tidak bisa membantu kala mamalia laut terdampar, jangan berswafoto di atas atau di dekat hewan. “It’s really impolite,” tegas Icha.

Kita juga harus mengurangi dampak kita kepada lingkungan, misalnya mengurangi penggunaan plastik. Yang terakhir, jangan mengambil kesimpulan terlalu cepat atas sebab musabab kematian mereka. “Karena ini merupakan sains, penting sekali dilakukan penelitian yang mendalam sebelum mengambil kesimpulan,” tekannya. Karena, “kita harus memperhati­kan banyak hal, termasuk kondisi hewan secara biologis dan juga lingkungan­nya,” pungkasnya.

SAAT KITA TIDAK BISA MEMBANTU KALA MAMALIA LAUT TERDAMPAR, JANGAN BERSWAFOTO DI ATAS ATAU DI DEKAT HEWAN.

 ??  ??
 ?? KARTOGRAFE­R: WARSONO; SUMBER: DATA MAMALIA TERDAMPAR 1996-2021, WHALE STRANDING INDONESIA: KEMENTERIA­N KELAUTAN DAN PERIKANAN; BADAN INFORMASI GEOSPASIAL ?? Peta di atas menunjukka­n sebaran kasus terdamparn­ya mamalia laut di sepenjuru Nusantara, baik pesisir pantai maupun sungai, dalam rentang waktu 1996 hingga 2021.
KARTOGRAFE­R: WARSONO; SUMBER: DATA MAMALIA TERDAMPAR 1996-2021, WHALE STRANDING INDONESIA: KEMENTERIA­N KELAUTAN DAN PERIKANAN; BADAN INFORMASI GEOSPASIAL Peta di atas menunjukka­n sebaran kasus terdamparn­ya mamalia laut di sepenjuru Nusantara, baik pesisir pantai maupun sungai, dalam rentang waktu 1996 hingga 2021.
 ?? FOTO: RENDRA KURNIA ?? Masyarakat menemukan bangkai paus seguni (Orcinus orca) di Pantai Bangsring, Banyuwangi, Jawa Timur, pada 3 April 2021. Paus seguni sepanjang enam meter tersebut sebelumnya terlihat oleh warga setempat saat melintasi Selat Bali pada Jumat, 2 April 2021.
FOTO: RENDRA KURNIA Masyarakat menemukan bangkai paus seguni (Orcinus orca) di Pantai Bangsring, Banyuwangi, Jawa Timur, pada 3 April 2021. Paus seguni sepanjang enam meter tersebut sebelumnya terlihat oleh warga setempat saat melintasi Selat Bali pada Jumat, 2 April 2021.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia