Sains Borobudur
SEJENAK MENGENANG perjalanan kami sekitar sepuluh tahun silam di Candi Borobudur. Saya meniti anak tangganya bersama dua guru besar arkeologi dari Universitas Indonesia. Profesor Agus Aris Munandar mengulurkan tangannya, membantu Profesor Hariani Santiko menaiki anak tangga.
Kami hendak menyaksikan Profesor Agus melakukan reka ulang bagaimana cara para peziarah kuno menyaksikan relief Borobudur. Kajian itu didasarkan pada pemaknaan jarak atau proksemik.
Kami memasuki lorong pertama, lalu melakukan pradaksina—mengelilingi candi searah jarum jam. Saya dan Profesor Hariani turut mencoba berdiri menghadap dinding terasnya yang berhias relief cerita Lalitavistara.
Menurut Profesor Agus, untuk memandang dan memaknai relief secara baik di dinding teras, para peziarah harus merapat di pagar langkan. Pada posisi itu kita bisa mengamati satu bingkai panel relief dengan utuh dan pandangan yang nyaman. “Rupanya nenek moyang kita sudah memikirkan bagaimana cara yang baik membaca relief,” ujarnya.
Sejatinya, masih banyak rahasia Borobudur yang belum terungkap. Peneliti lain pernah mengungkapkan bahwa sejumlah 44 panel reliefnya telah menautkan pahatan lebih dari 200 alat musik. Tampaknya, terdapat kemiripan antara alat-alat musik pada relief Borobudur dengan sejumlah alat musik di Asia Tenggara.
Pada edisi ini Utomo Priyambodo, jurnalis majalah ini, melaporkan temuan peneliti BRIN tentang satwa-satwa dalam relief Lalitavistara. Candi ini mungkin menawarkan cara pandang pascamanusia, yang melulu dipandang dari sisi manusia.
Kita menyakini, Borbudur tampak agung dalam keheningannya. Namun, sejatinya mahakarya ini menyimpan energi pengetahuan. Upaya pelestariannya harus dibarengi dengan upaya mengungkap pesan di setiap reliefnya.
Di balik keagungannya, Profesor Mundardjito pernah berkisah kepada saya tentang permukiman kuno yang tersingkap saat proyek jelang pemugaran Borobudur pada 1973. Menurutnya, permukiman itu merupakan kesatuan arkeologis dengan candi. Sayang, penelitian itu terhenti dan tak kunjung berlanjut. “Dalam penggalian cepat ini tidak jarang di belakang para penggali bergerak sudah menunggu bulldozer yang setiap saat siap meratakan tanah,” kenangnya. ☐
Panel Lalitavistara ini bercerita tentang adegan Buddha yang akan menyeberangi Sungai Gangga dengan meminta bantuan tukang perahu untuk menyeberangkan. Namun tukang perahu tersebut meminta bayaran sedangkan Buddha tidak bisa memberikan bayaran tersebut. Muncul tiga spesies mamalia di panel ini, yaitu sero ambrang, babi celeng, dan rusa timor.