MAKSA, PILIHANNYA NYAWA ATAU PENJARA
Gelora Bung Karno, 10 November 2019 lalu, pengemudi mobil berinisial DH menabrak pengguna skuter listrik di kawasan tersebut. Akibatnya dua orang tewas.
Pindah ke Senopati, Jaksel. Pada 27 Oktober 2019 sebuah apotek dihantam sebuah mobil yang menewaskan seorang satpam. Dua bulan kemudian (28/12/2019), kejadian yang sama terulang kembali di lokasi yang sama, sebuah mobil sedan menabrak bangunan tak bersalah tersebut.
Pagi di hari yang sama saat apotek Senopati ditabrak untuk kedua kalinya, seorang PNS menghantam tujuh pesepeda di Jl. Sudirman. Dan persis di hari Natal (25/12/2019), sebuah supercar menghantam separator Transjakarta.
Dari rangkaian kejadian di atas, terdapat satu persamaan. Yaitu disebabkan pengemudi yang (diduga) mabuk. Baik alkohol maupun narkotika. Manners dari para pengemudi tersebut wajib dipertanyakan. Karena sudah sangat jelas sangat membahayakan pengguna jalan lain.
BIKIN KACAU
Tak sedikit pengemudi di jalan raya yang mengemudi di bawah pengaruh alkohol. Gemerlap kehidupan malam di bar maupun kafe termasuk salah satu faktor yang membuat hal tersebut.
Parahnya, bagi yang terbiasa menenggak alkohol, aktivitas mengemudi usai minum terasa menjadi rutinitas standar. Di sinilah pengonsumsi mulai lengah akan bahaya alkohol.
“Alkohol mengacaukan persepsi dan pikiran. Kita beranggapan koordinasi masih bagus, padahal tidak. Hal ini sangat berbahaya di jalan raya,”ujar Bintarto Agung selaku Executive Director and Chief Instructor Indonesia Defensive Driving Center (IDDC).
Sama halnya dengan alkohol, narkotika seperti heroin juga memiliki efek yang tak kalah mengerikan. Saat mengonsumsinya, para pecandu merasa tubuh mereka menjadi lebih tenang. Mengemudi pun bukan menjadi suatu masalah besar meski baru mengonsumsinya.
“Dalam mengemudi, keadaan selalu berubah dan dibutuhkan kecekatan untuk mengatasinya. Lebih parah lagi, heroin membuat keseimbangan kita kacau. Dan saat dihadapkan pada hal yang mengejutkan, pemakai heroin cenderung cepat berubah dari tenang menjadi panik,” tambah pria yang kerap disapa Tato ini.
DASAR HUKUM
Tentu saja mengemudi dalam keadaan mabuk atau teler merupakan resep mujarab untuk Anda mendekatkan diri kepada maut. Sekaligus membuat Anda berurusan dengan hukum.
Di Indonesia, perkara mengemudi sambil mabuk diatur dalam Undang-undang No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Dalam pasal 106 ayat 1, ditegaskan bahwa setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi. “Bila tidak demikian dan terjadi kecelakaan, maka si pelaku bisa dijerat dengan pasal 310 atau 311,” ujar Aiptu Bambang Margono, Safety Riding & Safety Driving Instructor Ditlantas Polda Metro Jaya.
Dilanjutkan dalam pasal 311 ayat 1, disebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja mengemudikan kendaraan bermotor dengan cara atau keadaan yang membahayakan bagi nyawa atau barang dipidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp 3 juta.
“Hukumannya makin berat tergantung pada dampak dari kecelakaan tersebut. Bila terjadi kerusakan kendaraan dan/atau barang, pidana penjara paling lama dua tahun dan atau denda paling banyak Rp 4 juta. Bila terjadi luka ringan empat tahun atau denda Rp 8 juta. Luka berat penjara 10 tahun atau denda Rp 20 juta. Terakhir kalau korban sampai meninggal hukumannya penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak Rp 24 juta,” jelas Bambang.
Jadilah pengendara yang bertanggung jawab. Salah satunya dengan paham akan kondisi diri sendiri. Kalaupun setelah mengonsumsi alkohol dan ‘kliyengan’ lebih baik jangan berkendara.•