MIKIR MENANG JADI KARMA
Musim 2020 menjadi tahun pertama Reli Dakar diselenggarakan di Arab Saudi. Pada saat kabar ini ditulis (6/1), para peserta reli paling ekstrem di dunia itu baru menyelesaikan etape pertama yang dimulai dari Jeddah dan finish di Al-wajh.
Pada kelas mobil jelas menjadi yang paling menarik dilirik, sebab berisi jajaran pereli andal yang memang punya target tinggi pada Reli Dakar tahun ini. Semua mata tertuju pada Stephane Peterhansel (Bahrain Mini JCW X-raid Team) dan Nasser Alattiyah (Toyota Gazoo Racing).
Keduanya adalah monster dalam ajang reli lintas negara ini. Namun siapa sangka, kedua pereli itu justru mengalami masalah pada etape pertama. Nasser mengalami gangguan menentukan jalur yang tepat.
Waktunya cukup terbuang banyak dan membuatnya yang start paling pertama justru tidak mendapatkan hasil maksimal.“kami ke sini untuk mempertahakan gelar, jalur yang sangat indah tapi tidak mudah ditaklukan. Saya yakin itu tidak akan mudah bagi semua peserta,”tutur pereli asal Qatar ini.
Karena sama-sama dari Timur Tengah, berlomba di Arab Saudi memang terasa seperti home race bagi Nasser. Sedangkan Stephane Peterhansel malah terhambat dalam bahasa saat berkoordinasi dengan navigatornya, Paolo Fiuza.
Paolo Fiuza adalah orang Portugal dan berkomunikasi dengan Peterhansel menggunakan bahasa Inggris. “Sesuatu yang menyulitkan bagiku menggunakan bahasa Inggris karena selama ini (bersama David Castera sampai 2019) menggunakan bahasa Perancis,” ungkap Peterhansel.
“Tapi itu hanya masalah kecil, saya hanya harus memahami Fiuza lebih dalam. Dia orang yang hebat, pada etape kedua saya yakin bisa lebih gesit dan berkoordinasi lebih baik untuk kembali menjadi juara tahun ini,”lanjut juara Reli Dakar 13 kali itu.
SARKAS
Dua pereli yang mendambakan jadi pemenang tahun ini memang punya ambisi besar. Nah ambisi tersebut lah yang dinilai justru menjadi penghambat mereka pada etape pembuka, sehingga tidak mendapatkan hasil yang maksimal.
Itulah diutarakan pasangan Vaidotas Zala/saulius Jurgelenas (Agro Rodeo Team). Ini adalah salah satu tim privateer yang menjadi kuda hitam setelah dua tahun terakhir memberikan hasil kompetitif.
Mereka menyelesaikan tahapan pertama dengan waktu 3 jam 19 menit. Unggul dua menit dari Peterhansel di peringkat kedua. Pilihan jalur yang lebih ringkas jadi cara jitu Zala menang lewat jalur yang penuh pasir dan sedikit oasis.
Duet asal Lithuania itu juga balapan tanpa beban yang menurutnya bisa menyebabkan karma.“saya balapan tanpa memikirkan target untuk langsung jadi pemenang, itu bisa membawa hasil buruk. Terlalu memikirkan hasil tinggi jelas akan membawa dampak buruk dalam reli ini, saya selalu meyakini itu,”tutur Zala. •